| ||||||
This message is sent on behalf of Anton Pabendon. Zorpia Co. Ltd. P.O. Box #28960, Gloucester Road Post Office, Hong Kong | ||||||
Rabu, 09 Desember 2015
Anton wrote you a message
Posted on 08.50 by Life's never ending... with No comments
Sabtu, 30 November 2013
The Risk of Discipleship
Posted on 06.28 by Life's never ending... with No comments
“Kemuridan adalah pekerjaan yang penuh
risiko dan tidak selalu nyaman. Kita harus siap menanggung risiko dan
ketidaknyamanan itu”-Roderick Strange (The Risk of
Discipleship)
“Saya lebih suka Gereja yang memar,
terluka dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan daripada Gereja yang sehat
dan sibuk dengan keamanannya sendiri”-Paus Fransiskus (Kompas, Kamis, 28
November 2013)
Minggu, 24 Maret 2013
Tenanglah, Aku ini, jangan takut!
Posted on 21.24 by Life's never ending... with No comments
Menapaki jalan yang tidak tenar, tidak digemari dan justru dihindari kebanyakan orang seringkali membuatku serasa berjalan di antara ombak lautan yang mengguncang hidupku. Angin yang tak pasti arahnya, gemuruh ombak yang lirih, hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang sum-sum, menyatu dan membuatku gentar untuk terus berjalan. Di tengah situasi seperti itu, aku teringat akan pengalaman Petrus yang pada awalnya memiliki keberanian untuk berjalan menapaki deruh ombak dan berjalan di atasnya. namun ketika angin mulai menggoncangnya, ia mulai merasa takut dan perlahan-lahan tenggelam. Pengalaman itu juga kadang menghantuiku. Akankah aku juga seperti Petrus, yang pada awalnya memiliki keberanian untuk menapaki gelombang kehidupan apapun tantangannya kini mulai merasa gentar, takut, dan perlahan-lahan tenggelam? Apakah keberanianku yang dulu tumbuh kini perlahan sirnah di tengah arus zaman yang makin maju, dan menawarkan banyak pilihan, kenikmatan, rasa aman dan tenang? Masa-masa krisis ini membuatku semakin berani untuk berpikir keras, berefleksi mendalam, dan menggali motivasi yang murni. Dalam permenungan itu, aku mendapat kekuatan dari pengalaman Petrus dan para Rasul. Ketika mereka ketakutan karena dihempaskan ombak yang tinggi, atau ketika Petrus ketakutan saat berjalan di atas air, Yesus datang dan bersabda, "Tenanglah, Aku ini, Jangan takut!" Sabda Yesus itu seakan ditujukan kepadaku yang juga seringkali merasa ketakutan dalam menapaki perjalanan hidup panggilanku. Sabda ini memberikan keberanian dalam diriku untuk terus melangkah setapak demi setapak hingga mencapai tujuan akhir, yakni tinggal bersama-Nya dalam kebahagiaan abadi.
Sabtu, 09 Februari 2013
Posted on 07.29 by Life's never ending... with 1 comment
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu hal yang menarik ketika membaca atau mendalami
kisah hidup Yesus yang dilukiskan dalam injil adalah kehadiran murid-murid yang
menyertai-Nya. Dalam masing-masing injil, para penulis injil melukiskan
kehadiran para murid ini secara berbeda-beda. Meskipun demikian, kehadiran para
murid ini memiliki pola yang sama, yakni inisiatif dari Yesus. Yesus
menghendaki murid-murid maka Dia memanggil mereka dengan berbagai cara (bdk. Luk
5:1-11; 5:27-32; 9:56-62; Mrk 1:17; Mat 4:21). Tentu saja Yesus mempunyai
maksud dan tujuan memanggil para murid dalam hidup dan karya-Nya mewartakan
Kerajaan Allah. Salah satu tujuan Yesus yang sangat jelas dikisahkan dalam
injil sinoptik ketika Ia memanggil murid-murid yang pertama adalah menjadikan
mereka “penjala manusia” (bdk. Mrk 1:17; Mat 4:19; Luk 5:10b).
Ungkapan “menjala manusia” terdapat dalam kisah panggilan
murid-murid pertama dalam ketiga injil sinoptik. Akan tetapi, masing-masing
injil melukiskannya secara berbeda, terutama injil Lukas. Markus menempatkan
panggilan para murid yang pertama di awal injilnya karena ia ingin menekankan
kebersamaan Yesus dengan murid-murid-Nya. Matius menggambarkan kisah panggilan
murid-murid pertama sangat mirip dengan Markus. Melalui pengisahan ini, Matius
ingin menekankan daya tarik Yesus yang sangat luar biasa. Para murid tanpa
pikir panjang dan tanpa persiapan langsung mengikuti Yesus karena mereka
tertarik pada-Nya. Sedangkan Lukas melukiskan panggilan para murid itu secara
lebih dramatis. Ia mendahului kisah itu dengan sebuah mukjizat karena ia ingin
menekankan alasan para murid mengikuti Yesus[1].
Meskipun dilukiskan secara berbeda-beda, panggilan “menjala manusia” merupakan
suatu cara yang digunakan oleh Yesus untuk menyatakan tugas baru yang akan
diemban oleh para murid-Nya. Tugas baru itu adalah mewartakan injil dan
memperkenalkan Yesus Kristus kepada semua orang agar semakin banyak orang yang
mengenal dan percaya kepada-Nya. Oleh karena itu, para murid itu tidak akan
menangkap dan mengumpulkan ikan lagi tetapi mengumpulkan dan membawa
orang-orang kepada kehidupan bersama Yesus. Dengan demikian, tugas para murid
sebagai “penjala manusia” adalah ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus,
yakni mewartakan injil mulai dari lingkungan sekitar mereka (Yerusalem) sampai
ke seluruh ujung bumi (bdk. Kis 1:8). Dengan kata lain, “menjala manusia”
adalah suatu tugas misi yang harus dijalankan oleh
murid-murid Yesus.
Selama kebersamaan-Nya dengan para murid, Yesus
mempersiapkan dan mendidik para murid sebelum mengemban tugas misi yang tidak
mudah itu (bdk. Luk 9:1-6; Mat 10:5-15; Mrk 6:6b-13). Ia juga sering menasihati
para murid-Nya akan tugas yang kelak mereka lakukan (bdk. Mat 10:16-33; Mrk
13:9-13; Luk 12:2-9; 21:12-19). Pendidikan itu dilakukan oleh Yesus melalui
sabda dan karya-Nya. Karya atau tindakan Yesus, Ia tunjukkan melalui berbagai
mukjizat. Misalnya, menyembuhkan seorang yang sakit kusta (bdk. Luk 5:12-16);
menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum (bdk. Luk 7:1-10);
membangkitkan anak muda, putera seorang janda di Nain (bdk. Luk 7:11-17), dan
sebagainya. Sedangkan melalui sabda atau kata-kata-Nya, setidaknya ada tiga
tema utama yang diajarkan oleh Yesus, yakni persaudaraan, relasi-Nya
dengan para murid-Nya, dan masalah mendasar atau akar masalah manusia[2].
Pertama,
Yesus mengajarkan persaudaraan. Misalnya, nilai manusia, yakni kasih, belas
kasih, praktik pelaksanaan apa yang telah diajarkan; kata-kata polemik melawan
pemimpin Yahudi yang kurang manusiawi dan melawan mereka yang kekurangan iman
(bdk. Luk 6:1-11); kata-kata mesianis dan radikal seperti khotbah di dataran
(bdk. Luk 6:20-49). Kedua, Yesus mengajarkan pentingnya relasi antara
Dia dan para murid-Nya untuk menumbuhkan rasa percaya. Keyakinan akan apa yang
diwartakan merupakan kunci utama dalam karya misi Mesias. Ketiga, Yesus
mendidik para murid-Nya melihat masalah mendasar atau akar masalah manusia.
Misalnya, orang lumpuh yang disembuhkan (bdk. Luk 5:17-26). “Dosamu sudah
diampuni” demikian kata Yesus kepada orang yang sakit itu. Berarti penyakit
tidak sekadar hal fisik melainkan kompleks, berkenaan dengan masalah
kemasyarkatan, masalah sikap manusia, dan sebagainya[3].
Akhirnya, sesaat sebelum kenaikan-Nya ke surga, Yesus
memberikan pesan terakhir-Nya dan mengutus para murid-Nya untuk melaksanakan
tugas yang sudah diungkapkan-Nya sejak panggilan pertama, yakni “menjala
manusia” atau menjadi saksi Kristus di dunia (bdk. Luk 24:47-48; Mat 28:16-20;
Mrk 16:9-20; Kis 1:8). Meskipun sudah sejak panggilan pertama, para murid
diberi tugas “menjala manusia”, tugas misi itu barulah sungguh-sungguh
diaksanakan oleh para murid setelah Yesus naik ke surga dan setelah Roh Kudus
turun atas mereka. Para murid memulai karya misi mereka setelah Roh Kudus turun
atas mereka, sebagaimana Yesus juga memulai perjalanan pewartaan-Nya dalam
pimpinan Roh (bdk. Luk 4:1). Dalam hal ini, peranan Roh Kudus mendapat
penekanan dalam karya misi seorang pewarta injil. Penulis injil Lukas dengan
cukup terperinci melukiskan dalam Kisah Para Rasul karya-karya para murid dalam
rangka mewujudkan panggilan mereka (bdk. Kis 3:1-26; 4:2.8-12; 5:12; 13:4-12;
28:30-31). Karya para murid itu diawali oleh khotbah Petrus di serambi Salomo
(bdk. Kis 2:14-40) dan tersebar ke seluruh penjuru dunia melalui murid-murid
yang lain.
Kalau melihat proses perutusan para murid, dapat
disimpulkan bahwa awal proses itu adalah panggilan pertama di pantai danau Genesaret yang dilukiskan dalam
injil sinoptik. Sejak
panggilan itulah, dalam kebersamaan-Nya dengan para murid, Yesus mempersiapkan
dan mendidik para murid-Nya melalui berbagai cara. Setelah menjalani persiapan
selama kurang lebih tiga tahun, mereka diutus untuk melaksanakan panggilan yang
sama sejak panggilan pertama, yakni “menjala manusia”. Tugas perutusan inilah
yang mula-mula dimulai dari Yerusalem sampai ke ujung dunia (bdk. Luk 24:47;
Kis 1:8).
Perutusan para murid “menjala manusia” rupanya tidak
hanya terjadi pada zaman Gereja perdana atau zaman para Rasul, sekitar 2000
tahun yang lalu, tetapi pada saat ini pun perutusan itu masih dibutuhkan.
Memang konteks zaman Gereja perdana jauh berbeda dengan konteks para murid
(“kita”) saat ini tetapi tugas yang diemban tetap sama. Tugas itu adalah “menjala
manusia” atau menjadi pewarta injil dan saksi Kristus untuk memperkenalkan dan
membawa sebanyak mungkin orang kepada kehidupan bersama Yesus Kristus. Untuk
itulah Konsili Vatikan II kembali menekankan tugas wajib umat Kristen sebagai
pewarta injil (bdk. AG art. 6-7). Dengan pewartaan ini diharapkan cahaya
Kristus dapat menyinari semua orang dari segala penjuru dunia (bdk. LG 1).
Situasi zaman yang berbeda menjadi tantangan bagi para
murid Yesus saat ini untuk bersaksi mewartakan injil bagi setiap orang. Situasi
zaman yang secara khusus akan dibahas dalam karya tulis ini adalah situasi pluralitas
agama. Pluralitas agama merupakan sebuah situasi yang menggambarkan
keberagaman keyakinan yang kadang menyulitkan karya misi “menjala manusia” saat
ini. Meskipun demikian, misi “menjala manusia” atau mewartakan injil dan
membawa manusia kepada kehidupan bersama Yesus harus tetap dilakukan. Inilah
yang akan dijelaskan dalam tulisan ini. Untuk maksud itulah, penulis memilih
judul Panggilan “Menjala manusia” Dalam Konteks Pluralitas Agama. Dengan
kata lain, “menjala manusia” merupakan panggilan setiap murid Kristus dan oleh
karena itu harus dihidupi dalam segala situasi termasuk dalam situasi
keberagaman agama. Akan tetapi, melihat situasi pluralitas agama yang riil ini,
diperlukan suatu sikap atau cara “menjala manusia” yang baik sehingga
melaluinya orang dapat menemukan kehidupan serta mengenal dan mengimani Yesus
Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat.
Yesus, melalui sabda dan karya-Nya, telah menunjukkan
diri-Nya sebagai Pewarta Sejati Injil Kerajaan Allah selama hidup-Nya di dunia.
Dia telah berhasil mengajar dengan penuh wibawa dan kuasa (bdk. Luk 4:32)
sehingga banyak orang datang kepada-Nya untuk mendengarkan firman-Nya dan
mengikuti-Nya. Oleh karena itu, setiap murid Yesus yang juga merupakan pewarta
injil (“penjala manusia”) hendaknya belajar pada Yesus dalam mewartakan injil
(“menjala manusia”). Salah satu sumber yang sangat baik untuk mengenal dan
mempelajari cara Yesus mewartakan injil (“menjala manusia”) adalah teks Luk
5:1-11. Oleh karena itu, pembahasan judul tulisan di atas akan ditinjau dari
teks Luk 5:1-11, terutama untuk menemukan makna ungkapan “menjala manusia”.
1.2
Lingkup Penulisan
Dalam karya tulis ini, penulis akan membatasi pembahasan
pada kisah panggilan murid-murid pertama yang merupakan awal dari proses
perutusan para murid Yesus. Kisah
panggilan murid pertama yang akan dibahas yaitu kisah menurut injil Lukas (Luk
5:1-11). Dalam pembahasan itu, penulis akan mencoba menafsirkan perikop Luk
5:1-11 untuk menemukan makna ungkapan “menjala manusia”. Untuk mendukung
penafsiran perikop itu, penulis akan membahas latar belakang, hubungan dengan
bagian-bagian maupun keseluruhan injil Lukas (konteks dekat dan konteks jauh)
serta hubungan perikop itu dengan “kisah yang mirip” yang terdapat dalam injil
Matius dan Markus.
Selain itu, penulis akan mencoba melihat relevansi
panggilan misi itu dalam konteks pluralitas agama saat ini. Pada bagian ini,
penulis akan mencoba merefleksikan makna panggilan karya misi dalam Luk 5:1-11
dalam situasi yang riil saat ini. Sejauh mana panggilan itu dapat dihayati dan
diwujudkan oleh murid-murid Yesus saat ini serta bagaimana usaha mewujudkan
misi “menjala manusia” dengan baik sesuai dengan konteks saat ini tanpa
melupakan tujuan yang hendak dicapai? Kiranya itulah pertanyaan yang akan
menjadi acuan pada bagian ini. Akan tetapi, ungkapan dan perwujudan karya misi
itu tentu saja harus berdasar pada cara bermisi Yesus Kristus yang telah Ia
tunjukkan dalam hidup-Nya di dunia ini. Akhirnya, karya tulis ini akan ditutup
dengan sebuah kesimpulan bahwa panggilan Yesus untuk “menjala manusia” tidak
hanya secara eksplisit berlaku bagi ke-12 murid Yesus atau hanya bagi Petrus
dan murid-murid pertama lainnya tetapi juga berlaku bagi semua murid-Nya dalam
segala zaman.
1.3
Tujuan Penulisan
Dengan membaca latar belakang dan alasan pemilihan judul
sebenarnya sudah tersingkap tujuan penulisan karya tulis ini. Akan tetapi, agar
lebih jelas dan terarah maka penulis ingin memaparkan beberapa tujuan penulisan
karya tulis ini.
Pertama,
penulis ingin menjelaskan maksud ungkapan “menjala manusia” dalam kisah
panggilan para murid pertama menurut injil Lukas. “Menjala manusia” merupakan
tujuan panggilan para murid Yesus. Akan tetapi, untuk memahami maksud panggilan
itu serta bagaimana hal itu dilaksanakan oleh para murid dibutuhkan sejumlah penjelasan
yang memadai. Oleh karena itu, penulis bermaskud mencari berbagai sumber atau
bahan bacaan untuk menjelaskan maksud panggilan itu serta cara mewujudkannya
dalam kehidupan saat ini.
Kedua, dengan memilih Kitab Suci sebagai sumber utama karya
tulis ini, penulis bermaksud untuk semakin mengenal Kitab Suci sebagai buku
iman yang mengantar pada pengenalan akan Allah. Allah memang hadir dalam segala
sesuatu tetapi dalam tradisi keselamatan, kehadiran Allah sangat nyata dalam
Kitab Suci melalui berbagai peristiwa iman. Oleh karena itu, penulis ingin
menangkap kehadiran Allah serta maksud panggilan-Nya dalam kisah panggilan
murid-murid pertama dan merefleksikannya dalam konteks zaman ini.
Ketiga, penulis merasa bahwa perwujudan panggilan “menjala
manusia” saat ini kurang bergema. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut
salah satunya, yang penulis amati, adalah situasi keberagaman iman atau
keyakinan. Situasi ini seringkali membuat para murid Yesus yang dipanggil untuk
“menjala manusia” merasa tidak berdaya melaksanakan tugas panggilannya karena
berpandangan bahwa rupanya Allah bisa diimani dengan berbagai cara. Dengan
demikian, tidak sedikit orang berpandangan bahwa tidak ada gunanya lagi
memeperkenalkan Kristus kepada orang lain atau mengajak mereka untuk beriman
kepada Kristus kalau orang berkeyakinan atau beragama lain pun bisa beriman
kepada Allah dan mungkin memperoleh keselamatan. Bahkan kadang kita berpikir
bahwa misi kita hanya mengganggu kerukunan umat beragama. Pandangan seperti ini
mengakibatkan pewujudan tugas panggilan untuk memperkenalkan Kristus kepada
setiap orang sulit dijalankan. Berdasarkan kenyataan itu, penulis ingin mencoba
mendalami panggilan setiap murid Kristus dengan mengulas kisah panggilan
murid-murid pertama menurut injil Lukas. Kiranya dengan membahas tema ini,
penulis dapat menemukan makna panggilan setiap murid Kristus yang merupakan
esensi dari setiap panggilan kemuridan. Selain itu, melalui pemahaman makna
panggilan itu yang dihubungkan dengan situasi yang menantang zaman ini, penulis
akan mencoba mencari beberapa metode pewartaan (misi) injil Yesus Kristus
kepada semua orang sehingga Kristus bisa dikenal oleh semua orang. Dengan
demikian, tugas dan kewajiban setiap murid Kristus untuk mewartakan injil dan
memperkenalkan Kristus dapat diwujudkan tanpa ketakutan dan keraguan kendatipun
dalam situasi yang sulit dan menantang.
Keempat, sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Fakultas
Teologi Wedabhakti, penulis merasa berhak dan wajib membuat suatu karya tulis
sebagai syarat mencapai gelar sarjana strata satu (S1). Oleh karena itu,
penulis mempersembahkan karya tulis ini untuk memenuhi hak dan kewajiban
penulis sebagai mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma.
1.4
Metode Penulisan
Dalam mengolah karya tulis ini penulis menggunakan metode
penelitian pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku atau
artikel-artikel yang berkaitan dengan tema. Penelitian kepustakaan ini
pertama-tama menyangkut analisa teks yang menjadi tema dalam karya tulis ini.
Penganalisaan teks akan dilakukan dengan metode tafsir atas teks Luk 5:1-11
untuk menemukan maksud dari teks tersebut terutama ungkapan “menjala manusia”.
Setelah menemukan maksud teks tersebut, penulis akan mencoba melihat
relevansinya dalam konteks saat ini. Konteks yang dimaksud adalah pluralitas
agama yang menjadi realitas kehidupan kita saat ini. Inilah dua hal yang akan
menjadi sasaran dan tujuan penelitian kepustakaan penulis dalam menyusun karya
tulis ini.
1.5
Sistematika Penulisan
Penulis akan membahas karya tulis ini dalam 5 bab yaitu
pendahuluan, latar belakang Luk 5:1-11, ulasan kisah panggilan murid pertama
menurut injil Luk 5:1-11, refleksi panggilan “menjala manusia” dalam konteks pluralitas
agama, dan terakhir penutup.
Dalam bab I penulis akan membahas latar belakang masalah,
lingkup penulisan, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
Dalam bab II penulis akan membahas latar belakang teks
Luk 5:1-11, tempat Luk 5:1-11 dalam kerangka injil Lukas, serta hubungan kisah
Luk 5:1-11 dengan “kisah yang mirip” dalam injil sinoptik.
Dalam bab III penulis akan membahas secara khusus makna
panggilan “menjala manusia”. Pada bagian ini teks Luk 5:1-11 akan dianalisa
dari bagian per bagian untuk menemukan makna dan tujuan panggilan “menjala
manusia”. selain itu penulis juga akan menuliskan beberapa refleksi atas Luk
5:1-11.
Dalam bab IV akan dibahas refleksi dan usaha mewujudkan
panggilan “menjala manusia” dalam konteks pluralitas agama saat ini. Dalam hal
ini, realitas pluralitas agama menjadi locus pewartaan “menjala
manusia”.
Akhirnya, pada bab V penulis akan menutup karya tulis ini
dengan sebauh kesimpulan yang merupakan bagian penutup dari seluruh isi karya
tulis ini.
[1]
Dianne Bergant, CSA & Robert J. Karris, OFM (eds.), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Kanisius, Yogyakarta 2002, 20-30.
[2] Guido
Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan: Membaca dan Merenungkan Injil
Lukas, Ledalero, Maumere 2003, 82-83.
[3] Guido
Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan: Membaca dan Merenungkan Injil
Lukas, 82-83.
MEMAHAMI LATAR BELAKANG LUKAS 5:1-11
Posted on 07.12 by Life's never ending... with No comments
BAB
II
MEMAHAMI
LATAR BELAKANG LUKAS 5:1-11
2.1
Pengantar
Kisah “Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia” (bdk. Luk
5:1-11) adalah salah satu kisah yang terdapat dalam injil Lukas. Maka, kisah
ini tidak bisa dilepaskan dari injil Lukas secara keseluruhan. Bagaimanapun,
penempatan kisah ini dalam injil Lukas mempunyai maksud tertentu dan maksud itu
tidak mungkin terpisah begitu saja dari maksud teologi injil Lukas. Pemahaman
kisah ini harus ditempatkan dalam kerangka injil Lukas secara keseluruhan.
Dalam hal ini, kita perlu membahas sedikit tentang injil Lukas, terutama maksud
dan tujuan penulisannya sebab pembahasan itu akan membantu kita memahami makna
yang terkandung dalam teks Luk 5:1-11.
Oleh karena itu, sebelum membahas makna teks Luk 5:1-11,
terlebih dahulu kita akan melihat sekilas tentang injil Lukas, tempat Luk
5:1-11 dalam struktur injil Lukas, dan hubungan teks itu dengan teks “yang
mirip” dalam injil sinoptik. Tiga hal ini akan menjadi pembahasan pada bab II
ini sekaligus menjadi latar belakang pemahaman kita dalam menafsirkan dan memahami
makna teks Luk 5:1-11 (bab III).
2.2
Sekilas
Tentang Injil Lukas
Injil Lukas merupakan salah satu injil yang diterima oleh
Gereja sebagai injil Kanonik dalam konsili Florence (1441)[1]. Injil ini merupakan injil
ketiga dari empat injil yang ada di dalam Kitab Suci yang kita kenal saat ini.
Bila dibandingkan dengan injil lainnya berdasarkan tahun penyusunannya maka
Injil Lukas berada pada urutan ketiga, yakni ditulis sekitar tahun 80-an
sedangkan injil Markus ditulis sekitar tahun 60-70, injil Matius sekitar tahun
70-75, dan injil Yohanes sekitar tahun 100[2].
Injil Lukas dikenal juga sebagai injil sinoptik sebab persamaan dan perbedaan
injil ini dari injil Matius dan Markus (injil-injil sinoptik) dapat langsung
dilihat ketika ditempatkan bersama dalam kolom-kolom yang paralel. Untuk
memperdalam pemahaman kita akan Injil Lukas, berikut ini akan dibahas sekilas
tentang penulis, sasaran dan tujuan, serta persoalan teologis injil Lukas.
2.2.1 Penulis Injil Lukas
Sulit menentukan siapakah penulis injil Lukas karena tidak
ada satu tulisan pun dalam injil Lukas yang mengungkapkan identitas penulisnya.
Dari tulisan dalam injil Lukas, hanya dapat diketahui bahwa penulisnya bukan
seorang saksi mata karya pelayanan Yesus karena menggantungkan tulisannya pada
tulisan-tulisan para pendahulunya (bdk. Luk 1:2)[3].
Meskipun injil Lukas tidak menyatakan penulisnya secara eksplisit, Tradisi
Gereja meyakini bahwa penulisnya adalah Lukas, seorang Siria dari Antiokhia
yang beberapa kali disebut dalam Perjanjian Baru dan merupakan teman seperjalanan
Paulus (bdk. Kol 4:11-14; Kis 16:10-17: 20:5-15; 21:1-8)[4].
Identifikasi Lukas sebagai penulis injil ketiga terdapat
dalam Papirus 75 (P75) yang
ditemukan di Pabau, Mesir, dalam tulisan Ireneus, dan dalam kanon Muratori.
Pada akhir injil dalam Papirus 75 (P75)
terdapat judul “Injil menurut Lukas”. Papirus ini berasal dari abad II antara
tahun 175-225[5].
Dalam kanon Muratori (170-180) ditulis bahwa injil ketiga ditulis oleh Lukas.
Sementara itu, Ireneus (akhir abad II) menyatakan bahwa Lukas, tabib dan rekan
kerja Paulus menuliskan sebuah buku injil yang diwartakan oleh Paulus[6].
Oleh karena itu, sampai saat ini injil ketiga ini disebut sebagai injil Lukas
yang artinya injil yang ditulis oleh Lukas.
2.2.2 Sasaran dan Tujuan Injil Lukas
Sasaran dan tujuan penyusunan injil Lukas diungkapkan
oleh penulisnya pada bagian prolog (bdk. Luk 1:1-4). Dalam prolog itu tampak
bahwa injil itu ditujukan kepada seorang yang bernama Teofilus[7] yang tampaknya
seorang tokoh. Ia menulis injil itu supaya Teofilus dapat mengetahui jaminan
(kebenaran) atas apa saja (tentang peristiwa-peristiwa Yesus) yang telah
diajarkan kepadanya. Jaminan (asphaleia) sering dipahami sebagai jaminan
historis, tetapi jaminan itu harus dipahami secara lebih luas karena perspektif
injil Lukas lebih luas daripada sekadar persoalan-persoalan historisitas[8].
Dari penjelasan prolog injil Lukas ini, dapat diketahui
bahwa sasaran atau jemaat yang dituju injil Lukas adalah Teofilus dan mungkin
juga komunitasnya[9].
Sementara itu, tujuan injil Lukas adalah meyakinkan Teofilus (dan komunitasnya)
bahwa apa yang sudah dan sedang diajarkan dan dipraktekkan oleh para saksi mata
dan pelayan Firman saat itu berakar pada periode Yesus. Selain itu, injil Lukas
juga bertujuan untuk meneguhkan Teofilus (dan komunitasnya) dalam kesetiaan
akan ajaran dan praktek para murid Yesus tersebut. Dengan demikian, jaminan
yang diberikan merupakan jaminan doktrinal atau didaktik (pengajaran): untuk
menjelaskan bagaimana keselamatan Allah yang pada awalnya ditawarkan kepada
bangsa Israel dalam misi dan pribadi Yesus dari Nazaret, sudah tersebar sebagai
sabda Allah kepada bangsa-bangsa lain (kafir) sampai ke ujung dunia[10].
2.2.3 Pokok Persoalan Teologis Injil Lukas
Dalam menyusun injilnya, Lukas menghadapi suatu persoalan
yang harus ia jawab agar tujuan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh para
pembacanya. Persoalan ini merupakan persoalan teologis injil Lukas. Menurut
Fitzmyer, tujuan atau maksud penulisan injil Lukas berhubungan erat dengan
uraian teologinya[11].
Oleh karena itu, persoalan teologi injil Lukas juga harus dilihat dalam
hubungannya dengan maksud atau tujuan penulisannya (bdk. Luk 1:1-4).
Pada bagian sebelumnya (2.2.2) telah diuraikan maksud
penulisan injil Lukas, yakni untuk meyakinkan Teofilus (dan komunitasnya) bahwa
apa yang mereka dengar selama ini tentang peristiwa Yesus dari para saksi mata
dan pelayan Firman benar adanya (bdk. Luk 1:1-4). Dengan demikian, dapat
dilihat bahwa persoalan teologi Lukas adalah bagaimana ia menjelaskan injilnya
agar dapat meyakinkan para pembacanya (non-Yahudi) tentang peristiwa Yesus yang
selama ini telah mereka terima. Selain itu, ia juga menghadapi persoalan lain,
yakni bagaimana meyakinkan bahwa keselamatan yang selama ini ditawarkan kepada
bangsa Israel dalam misi pribadi Yesus dari Nazaret kini telah ditawarkan pula
kepada bangsa lain sampai ke ujung dunia[12].
Menghadapi kedua persoalan ini, Lukas menyelidiki segala
peristiwa itu dengan saksama dari asal mulanya serta membukukannya secara
teratur (bdk. Luk 1:1-4). Teratur yang dimaksud dalam hal ini tidak
berarti secara kronologis tetapi mungkin secara geografis atau lebih pada secara
teratur mengikuti suatu rencana yang bersifat teologis sesuai dengan
sejarah keselamatan yang berurutan[13].
Demikianlah Lukas berusaha meyakinkan para pembacanya tentang kebenaran berita
atau peristiwa tentang Yesus yang selama ini telah mereka terima. Dengan kata
lain, Lukas berusaha agar dengan membaca tulisannya, para pembacanya semakin
menyandarkan diri atau semakin meyakini misteri keselamatan Allah[14].
Sementara itu, untuk meyakinkan bahwa keselamatan tidak
hanya diperuntukkan bagi orang-orang Israel saja tetapi juga bagi bangsa-bangsa
lain, Lukas berusaha menampilkan dalam injilnya universalitas keselamatan[15].
Hal ini tampak dalam silsilah Yesus yang tidak hanya sebagai keturunan Daud dan
Abraham tetapi keturunan Adam dan Allah (bdk. Luk 3:38)[16]
serta dalam beberapa kisahnya tentang Yesus yang berkarya bagi bangsa-bangsa di
luar bangsa Israel. Misalnya, ia mengisahkan isi pewartaan Yesus yang tidak
hanya diperuntukkan bagi bangsa Israel tetapi juga bagi semua orang (bdk. Luk
4:18-19), serta menampilkan awal pewartaan Yesus di depan bangsa-Nya yang gagal
akibat penolakan bangsa-Nya (Israel) sendiri (bdk. Luk 4:29). Penolakan ini
justru berdampak positif bagi bangsa-bangsa lain sebab keselamatan kini terbuka
juga bagi mereka. Selain itu, Lukas juga mengisahkan kisah yang menampilkan
bangsa lain yang lebih baik daripada bangsa Israel sendiri, yakni kisah tentang
orang Samaria yang baik hati (bdk. Luk 10:25-37); atau kisah Yesus menyembuhkan
sepuluh orang kusta yang salah seorang di antara mereka adalah seorang Samaria
(bdk. Luk 17:14-19). Bahkan, di akhir kisahnya, Lukas dengan jelas menampilkan
Yesus yang berpesan kepada para murid-Nya bahwa dalam nama-Nya berita tentang
pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa (bukan
hanya bagi orang Israel) mulai dari Yerusalem (bdk. Luk 24:47). Inilah dua
persoalan yang dihadapi Lukas dalam menyusun injilnya kepada bangsa-bangsa
non-Yahudi.
2.3
Lukas
5:1-11 Dalam Struktur Injil Lukas
Menurut Fitzmyer, kerangka umum struktur injil Lukas
terdiri atas delapan bagian, antara lain[17]:
a
Prolog
(1:1-4)
b
Narasi
Kanak-kanak Yesus (1:5-2:52)
c
Persiapan
Pelayanan Publik Yesus (3:1-4:13)
d
Pelayanan
Yesus di Galilea (4:14-9:50)
e
Kisah
Perjalanan, Perjalanan Yesus ke Yerusalem (9:51-19:27)
f
Pelayanan
Yesus di Yerusalem (19:28-21:38)
g
Narasi
Kisah Sengsara (22:1-23:56a)
h
Narasi
Kebangkitan (23:56b-24:53)
Kedelapan bagian inilah yang diolah oleh Lukas sehingga
tersusun sebuah injil yang mengisahkan kisah Yesus, sejak masa kanak-kanak-Nya
hingga kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Dalam struktur injil Lukas ini, Luk 5:1-11 berada pada
bagian keempat (d), yakni bagian pelayanan Yesus di Galilea. Konteks jauh kisah
ini adalah seluruh pelayanan Yesus di Galilea menuju Yerusalem, sementara
konteks dekatnya adalah kisah pengajaran dan pemanggilan Yesus terhadap Simon
dan teman-temannya di pantai danau Genesaret. Maka, kisah Luk 5:1-11 juga harus
dipahami dalam konteks pelayanan Yesus di Galilea.
Ciri khas pelayanan Yesus di Galilea adalah pewartaan dan
tindakan pewartaan-Nya yang menakjubkan banyak orang. Sejak awal penampilan-Nya
di depan umum, Yesus selalu tampil mewartakan injil Kerajaan Allah dan
pewartaan Yesus itu selalu menakjubkan banyak orang. Ketika Yesus menyatakan
tugas perutusan-Nya dan mengajar orang dalam rumah ibadat, semua orang
membenarkan-Nya dan heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya (bdk.
Luk 4:20-22). Begitu pula yang terjadi ketika Ia mengajar dan mengusir roh
jahat di dalam rumah ibadat di Kapernaum, semua orang takjub sehingga
menyebarkan berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu (bdk Luk. 4:31-37).
Dalam kisah Lukas 5:1-11 yang akan dibahas secara khusus dalam tulisan ini juga
dilukiskan bahwa Simon dan semua orang takjub menyaksikan mukjizat yang
dilakukan oleh Yesus[18].
Alasan utama orang banyak merasa takjub dan heran akan pewartaan Yesus adalah
isi pewartaan atau perkataan Yesus serta cara-Nya mengajar/mewartakan penuh
wibawa dan kuasa (bdk. Luk 4:31-37).
Pada penampilan pertama-Nya di depan umum, Yesus tampil
menyatakan diri-Nya sebagai Pewarta Injil Kerajaan Allah dan diutus untuk menyampaikan kabar baik kepada
orang-orang miskin; memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan
penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang
tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (bdk. Luk
4:18-19.21). Itulah maksud dan tujuan perutusan Yesus ke dalam dunia.
Identitas Yesus
sebagai Pewarta injil juga dihadirkan dalam Luk 5:1-11, yakni mengajar orang
banyak dari atas perahu Simon (ay. 1-3) serta melakukan mukjizat bagi para
nelayan (ay. 4-7). Kendatipun demikian, penampilan Yesus pada kisah ini berbeda
dengan kisah-kisah sebelumnya. Kisah-kisah sebelumnya menunjukkan pelayanan
yang dilakukan oleh Yesus seorang diri dan selalu berlangsung dalam rumah
ibadat (bdk. Luk 4:15-16.38.44). Akan tetapi, pada kisah ini Yesus ditampilkan
mengajar di pantai Genesaret, memanggil Simon dan teman-temannya, serta
menjanjikan tugas baru kepada Simon, yakni “menjala manusia”. Tugas inilah yang
akan menjadi panggilan hidup Simon dan teman-temannya.
Meskipun istilah “menjala manusia” dalam Luk 5:1-11 yang
menjadi misi para murid menimbulkan pertanyaan tentang makna dan hubungannya
dengan misi Yesus (bdk. Luk 4:18-19.43) (yang menggunakan istilah yang berbeda),
misi para murid harus ditempatkan dalam misi Yesus. Para murid hanya ambil
bagian dalam misi Yesus di dunia ini. Istilah yang digunakan oleh Yesus dalam
konteks Luk 5:1-11 menegaskan bahwa Ia adalah seorang Pewarta injil yang peka
terhadap situasi pendengar-Nya. Selain itu, hal itu juga menunjukkan bahwa
Yesus memanggil Simon dengan menggunakan “bahasa” Simon, yakni bahasa seorang
nelayan. Melalui cara demikian, Ia mau menjelaskan bahwa kepada Simon diberikan
tugas dan janji bahwa ia akan membawa banyak orang kepada Allah melalui Yesus
sebagai jalannya[19].
Bila diamati dalam keseluruhan konteks pelayanan di
Galilea, penampilan Yesus (kembali) di Galilea pada Luk 5:1-11 memunculkan pertanyaan
karena pada bagian sebelumnya diungkapkan bahwa Yesus memberitakan injil dalam
rumah-rumah ibadat di “Yudea” (bdk. Luk 4:44). Apakah Yesus pergi ke Yudea lalu
kembali ke Galilea? Lukas konsisten menampilkan injilnya tentang kisah
pelayanan Yesus yang dimulai dari Nazaret dan berakhir di Yerusalem. Ia
menyusun injilnya dengan membentuk suatu kisah tentang Yesus yang seakan-akan
terjadi secara berurutan mulai dari Nazaret dan berakhir di Yerusalem. Ia
melukiskannya secara linear dan terjadi dalam perjalanan. Oleh karena itu,
injil Lukas sering pula dianggap sebagai injil perjalanan[20].
Rangkaian seperti itu menggambarkan bahwa Lukas dengan sengaja menyusun kisah
Yesus sedemikian rupa sehingga maksud dan tujuan Lukas dapat tercapai (bdk. Luk
24:47). Tampaknya dalam konteks ini, Lukas memaksudkan “Yudea” untuk
seluruh tanah Yahudi bukan Yudea, bagian selatan Israel. Lukas memang kadang
memaksudkan “Yudea” untuk seluruh tanah Yahudi (bdk. Luk 1:5; 6:17;
7:17; 23:5, dan Kis 10:37) tetapi kadang pula dimaksudkan hanya bagian selatan
tanah Yahudi saja (bdk. Luk 1:65; 2:4; 3:1; 5:17; 21:21)[21].
Dengan demikian, penampilan Yesus di pantai Genesaret dalam Luk 5:1-11 dapat
dipahami berdasarkan latar belakang pemahaman Lukas atas “Yudea”.
Bagian Luk 5:1-11 dan bagian berikutnya mempersiapkan
beberapa karya pelayanan Yesus yang akhirnya berkembang, yakni pengajaran dan
penyembuhan-Nya. Kisah mukjizat dalam Luk 5:1-11 menyimbolkan keberhasilan
dalam karya pewartaan di kemudian hari. Selain itu, bagian yang menceritakan janji
kepada Simon juga memberi tanda pemilihan 12 murid (bdk. Luk 6:12-16), yang
mana Simon akan menjadi pemimpin atau ketua para murid[22].
Peranan kisah ini mungkin menjadi alasan Lukas menempatkannya pada bagian awal
kisah pelayanan Yesus.
Kisah Luk 5:1-11 yang menggambarkan kehadiran para murid
tampaknya juga sengaja ditempatkan Lukas pada awal pelayanan Yesus dengan
maksud menjadi awal perjumpaan dan persahabatan Yesus dengan para murid-Nya.
Dengan demikian, para murid juga dapat menemani Yesus dalam karya pelayanan-Nya:
mendengarkan ajaran (bdk. Luk 6:20-49; 12:1-12), perumpamaan (bdk. Luk
5:36-39), dan pesan-pesan-Nya (bdk. Luk 9:3-5; 10:1-12), menyaksikan
mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh-Nya (bdk. Luk 5:17-26), dan menangkap
inti karya misi-Nya yang sesungguhnya sehingga mereka dapat menjadi saksi Yesus
yang sungguh-sungguh tangguh dan dapat dipercaya baik oleh orang Yahudi maupun
non-Yahudi. Oleh karena itu, bagi para murid kebersamaan dengan Yesus sejak
awal di Galilea (bdk. Luk 5:1-11) hingga akhir karya-Nya di Yerusalem menjadi
masa persiapan atau pendidikan menjadi pewarta injil dan saksi Yesus mulai dari
Yerusalem sampai ke ujung dunia (bdk. Luk 9:1-6; 24:47). Dalam proses
kebersamaan itu, para murid diajak untuk sehati-sepikir dengan Yesus. Singkatnya,
para murid harus menyamakan visi mereka dengan visi Yesus[23].
Itulah panggilan hidup para murid dalam kebersamaannya dengan Yesus. Kiranya
latar belakang pemahaman ini menjadi alasan bagi Lukas menempatkan kisah Luk
5:1-11 pada bagian awal karya pelayanan Yesus dalam kerangka injilnya.
2.4
Hubungan
Luk 5:1-11 dengan “Kisah Yang Mirip” Dalam Injil Sinoptik
Luk 5:1-11 tampaknya memiliki “kisah yang mirip” dalam
injil sinoptik, yakni Mrk 1:16-20 dan Mat 4:18-22. Adanya “kisah yang mirip”
dalam injil sinoptik memberikan asumsi bahwa ada persoalan sinoptik yang bisa
dibahas dari kisah ini, yang bisa memberikan masukan untuk memahami makna kisah
tersebut. Akan tetapi, kalau kisah-kisah itu ditempatkan dalam kolom yang
sejajar dan dihubungkan dengan pengertian sinoptik[24]
maka asumsi itu akan berubah. Antara kisah Luk 5:1-11 dengan kisah dalam injil
sinoptik lainnya (bdk. Mrk 1:16-20 dan Mat 4:18-22) tidak memiliki kesamaan
dalam hal isi, susunan, dan bahasa[25].
Fitzmyer mengungkapkan bahwa dalam menyusun kisah itu, Lukas memang menggunakan
materi Markus tetapi ia tidak bergantung padanya dan telah melakukan perubahan
dan peredaksian serta menggabungkannya dengan sumber yang lain (L) (Luk 5:1-3
disadur dari Mrk 4:1-2 dan Luk 5:9b-11 disadur dari Mrk 1:16-20, khususnya ay.
17c, 19, dan 20)[26].
Peredaksian itu menyebabkan kaburnya kesamaan dalam isi, susunan, dan bahasa
antara kisah Lukas dengan Markus (dan Matius). Oleh karena itu, hubungan Luk
5:1-11 dengan Mrk 1:16-20 bukanlah kisah yang paralel yang bisa dicari persoalan
sinoptiknya.
Peredaksian yang dilakukan oleh Lukas atas Mrk 1:16-20
dalam menyusun Luk 5:1-11 tentu saja memiliki maksud tertentu. Dengan mengubah
kerangka Markus, Lukas sudah menghilangkan ketertarikan para murid mengikuti
Yesus yang sulit diterima secara akal sehat dalam kisah Markus (bdk. Mrk
1:17-20). Dalam konteks injil Lukas, Yesus sudah terlihat berkhotbah dan
menyembuhkan, dan Simon (sekurang-kurangnya) sudah menyaksikan tindakan Yesus
yang menakjubkan (bdk. Luk 4:38-39). Oleh karena itu, bagian pendahuluan Lukas
yang menampilkan Yesus di depan umum seorang diri menempatkan panggilan Simon,
penjala ikan menjadi masuk akal sekurang-kurangnya dapat diterima secara
psikologis[27].
Perubahan yang dilakukan oleh Lukas atas materi Markus
menimbulkan 3 perbedaan utama yang menyulitkan penempatan kisah Lukas dan
Markus secara paralel. Dalam kisahnya, Lukas menggambarkan[28]:
a
Yesus
tidak semata-mata melintas, tetapi Dia mengajar dari atas perahu Simon kepada
orang banyak di pantai (bdk. Luk 5:1-3). Sementara dalam Markus, Yesus hanya
melintasi pantai lalu memanggil para murid (bdk. Mrk 1:16-17).
b
Simon
menebarkan jala karena diminta Yesus sehingga ia mendapatkan mukjizat: ia
menangkap ikan yang sangat banyak (bdk. Luk 5:4-7).
c
Yesus
menjanjikan Simon sebuah karier baru, sehingga Simon dan teman-temannya
meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus (bdk. Luk 5:8-11). Janji
dalam kisah Lukas ini sudah sangat berbeda dengan janji dalam kisah Markus.
Francois Bovon
mengungkapkan bahwa kisah panggilan dalam Lukas lebih dari sekadar
mengerjakan ulang Mrk 1:16-20, meskipun masih menggunakan beberapa detail dalam
kisah Markus. Ia menyimpulkan bahwa kerangka Luk 5:1-11 dibentuk dari bebagai
bagian dalam Injil Markus[29].
Lebih jauh lagi Fitzmyer secara detail membagi kisah Luk 5:1-11 berdasarkan
sumbernya. Menurutnya, Luk 5 ayat 1-3 diambil dari Mrk 4:1-2 dan ayat 9b-11
dari Mrk 1:16-20 (khususnya ay. 17c, 19, dan 20). Sementara bagian mukjizat
penangkapan ikan (ay. 4-9a) berasal dari sumber khas Lukas (L) [30]. Jadi, seluruh bagian ini disusun oleh Lukas
melalui proses perubahan dan peredaksian materi Markus dan materi yang lain
dari sumber khas Lukas (L). Ia menggabungkan kedua sumber itu dan membentuk
kisah panggilan yang sungguh khas Lukas.
Kalau diperhatikan secara detail, Luk 5:1-11 jauh lebih
mirip dengan Yoh 21:1-11 daripada Mrk 1:16-20 (dan Mat 4:18-22). R.E. Brown
menetapkan 10 kemiripan antara kisah Lukas dan Yohanes[31]:
1
Para
murid yang menjala sepanjang malam tidak mendapatkan apa-apa.
2
Yesus
memerintahkan para murid menebarkan jala untuk menangkap ikan.
3
Perintah
itu menghasilkan tangkapan ikan dengan jumlah yang luar biasa.
4
Tangkapan
itu memberikan efek pada jala.
5
Simon
Petrus memberikan reaksi atas mukjizat penangkapan ikan itu.
6
Yesus
dipanggil sebagai “Tuhan”.
7
Penjala-penjala
yang lain turut ambil bagian dalam penangkapan itu tetapi tidak mengatakan
apa-apa.
8
Peristiwa
mengikuti Yesus terjadi pada bagian akhir kisah (bdk. Yoh 21:19.22).
9
Jumlah
ikan yang banyak menyimbolkan keberhasilan karya misi (khususnya dalam Lukas).
10
Kata-kata
yang sama digunakan, misalnya: “naik”, “turun”, “jala”, dst, mungkin suatu
kebetulan tetapi penggunaan “Simon Petrus” (Luk 5:8 dan Yoh 21:7) bukanlah
suatu kebetulan karena hanya terjadi pada kisah ini dalam injil Lukas.
Bahkan, seseorang bisa juga menambahkan yang ke-11,
yakni: Tidak adanya nama Andreas yang disebutkan dalam kisah itu (bdk. Mrk
1:16)[32].
Sementara itu, Plummer menyebutkan 7 perbedaan dari kedua
kisah itu, antara lain[33]:
1
Dalam
Yohanes, Yesus tidak dikenal sejak pertama kali; dalam Lukas, Yesus langsung
dikenal datang mendekat (di pantai).
2
Dalam
Yohanes, Yesus ada di pantai; dalam Lukas, Yesus ada dalam kapal Simon.
3
Dalam
Yohanes, Simon Petrus dan Yohanes (murid yang dikasihi) berada dalam kapal yang
sama; dalam Lukas, tampaknya mereka berada di kapal yang berbeda.
4
Dalam
Yohanes, Petrus meninggalkan tangkapan ikan itu; dalam Lukas, Simon adalah
kepala (ketua) penangkapan ikan itu.
5
Dalam
Yohanes, jala tidak koyak; dalam Lukas, jala rusak/koyak.
6
Dalam
Yohanes, ikan yang ditangkap dekat pantai dan dihela ke pantai; dalam Lukas,
mereka menangkap di air yang dalam dan ikan yang ditangkap dimasukkan ke dalam
perahu.
7
Dalam
Yohanes, Petrus segera terjun ke air untuk mendapatkan Tuhan, yang baru saja ia
sangkal; dalam Lukas, meskipun tidak melakukan dosa seperti itu, ia meminta
Tuhan untuk menjauh dari padanya.
Para ahli saat ini berpendapat bahwa kisah Lukas dan
Yohanes merupakan 2 kisah dengan mukjizat yang sama. Kisah-kisah itu mewakili
sepotong tradisi injil yang digunakan oleh kedua penginjil secara mandiri
(tanpa ada saling ketergantungan). Lukas menjadikannya sebagai bagian dari
panggilan Simon, sementara Yohanes menjadikannya sebagai kisah penampakan Yesus
yang telah bangkit[34].
Mukjizat yang sama yang ditempatkan dalam dua kisah yang berbeda ini
memunculkan perbedaan dan persamaan di atas. Mukjizat ini tidak terdapat dalam
kisah Markus dan Matius sehingga terjadi perbedaan (dalam isi, susunan, dan
bahasa) yang menyebabkan kesulitan bila kisah Markus dan Matius diparalelkan
dengan kisah Lukas. Jadi, hubungan antara kisah Lukas dan kisah Markus (dan
tentu saja Matius) bukan sebuah kisah yang paralel dari segi isi, susunan, dan
bahasa tetapi Markus hanya menjadi salah satu sumber bagi Lukas dalam menyusun
kisahnya.
2.5
Kesimpulan
Latar belakang kisah Luk 5:1-11 merupakan langkah awal
untuk memahami makna kisah itu sendiri. Dalam latar belakang ini, kita telah
melihat sekilas injil Lukas yang menjadi latar belakang kisah Luk 5:1-11,
tempat kisah Luk 5:1-11 dalam struktur injil Lukas, serta hubungannya dengan
kisah panggilan “yang mirip” dalam injil sinoptik. Penjelasan akan beberapa
persoalan ini memberikan pemahaman bahwa Luk 5:1-11 yang ditempatkan pada
bagian awal pelayanan Yesus di Galilea merupakan kisah khas Lukas yang
dihasilkan dari penggabungan dua sumber yang berbeda serta melalui berbagai
peredaksian.
Penempatan dan perubahan yang dilakukan oleh Lukas yang
menghasilkan kisah Luk 5:1-11 tentu saja memiliki maksud tertentu. Melalui
kisah itu, Lukas ingin menceritakan bagaimana panggilan Simon dan
teman-temannya menjadi murid Yesus dan janji Yesus kepada Simon. Yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah mengapa Lukas melakukan perubahan sedemikian rupa
sehingga menghasilkan kisah panggilan Simon dan teman-temannya yang sama sekali
baru? Apa tujuan yang hendak ia capai dari susunan kisah seperti itu? Atau apa
pesan yang ingin disampaikan oleh Lukas dari kisah panggilan para penjala ikan
yang disusunnya dari berbagai sumber itu? Persoalan inilah yang akan dibahas
pada bab berikut ini (bab III), dengan mencari makna panggilan dari kisah Luk
5:1-11.
[1] S.
Leks, Inspirasi Kanon Kitab Suci, Kanisius, Yogyakarta 1992, 179.
[2]
Pendapat mengenai waktu penyusunan injil Lukas ini muncul dari penafsiran atas
Luk 19:43-44; 21:20-24 yang menyinggung kehancuran kota Yerusalem (tahun 70)
sebagai suatu peristiwa yang terjadi di masa yang lampau. Misalnya, digambarkan
bahwa kota Yerusalem sudah lama diinjak-injak “bangsa kafir” (bdk. Luk 21:24b).
Bdk. Dr. C. Groenen OFM., Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Kanisius,
Yogyakarta 1984, 121.
[3]
W.G. Kümmel, Introduction to the New Testament, SCM Press Ltd, London
1975, 129.
[4] O. Lukefahr, C.M., Memahami dan Menafsir Kitab Suci
Secara Katolik, diterjemahkan dari Catholic Guide to the Bible, oleh
V. Prabowo Shakti, Obor, Jakarta 2007, 194.
[6]
Ireneus, Adversum Haereses 3:1, seperti dikutip dalam William Barclay, Penulis
dan Warta Perjanjian Baru, diterjemahkan dari The Men, The Meaning, The
Message of The Books, oleh Eduard Jebarus, Nusa Indah, Ende-Flores 1981,
20. Bdk. pula C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, dalam
Raymond E. Brown, S.S. cs (eds.), The Jerome Biblical Commentary,
Geoffrey Chapman, London 1968, 115.
[7]
Teofilus adalah sahabat Alah yang membantu Lukas agar jadi terampil dan bijak
di tengah segala macam situasi kehidupan Gereja dan sejarah zamannya. Teofilus
diartikan pula sebagai siapa saja yang merupakan sahabat Allah, bdk. Guido
Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan, Membaca dan Merenungkan Injil Lukas,
9.
[8]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, The Anchor Bible,
XXVIII, Doubleday & Company, Inc., New York 1981, 9.
[9]
Belum ada kepastian tentang jemaat atau komunitas yang menjadi alamat injil
Lukas tetapi dengan mudah komunitas itu dapat dibayangkan dari tulisan-tulisan
Lukas. Komunitas ini merupakan jemaat Kristen non-Yahudi yang berada di luar
wilayah Yahudi sebagaimana jemaat di Antiokhia atau Filipi, atau
sekurang-kurangnya ditujukan kepada seorang jemaat Kristen non-Yahudi yang
cukup terkenal (bdk. Luk 1:1). Bdk. Etienne Charpentier, How to Read the New
Testament, SCM Press Ltd., London 1983, 80-81.
Selain
itu, sasaran atau jemaat Lukas juga dapat diketahui dari cara Lukas mengolah
tulisannya, misalnya dengan mengganti beberapa istilah atau gelar Yahudi dengan
istilah-istilah yang dikenal oleh orang-orang non-Yahudi. Misalnya, ia
mengganti “Golgota” menjadi “Tengkorak”, “rabi” (rabbi/rabbouni) menjadi
“guru” (teacher), “Mesias” (Massaiah) menjadi “Tuhan” (Lord)
atau “Penyelamat” (Savior), atau dengan menambahkan Adam dan Allah pada
silsilah nenek moyang Yesus untuk menunjukkan nilai universalitas injil ini.
Dengan demikian, Lukas ingin menggambarkan dalam injilnya bahwa Yesus tidak
hanya datang untuk orang-orang Yahudi tetapi juga untuk semua orang termasuk
pembacanya (yang bukan orang Yahudi). Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel
According to Luke I-X, 58. Bdk. pula C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel
According to Luke”, 116.
[10]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 9-10.
[11]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 8.
[12]
Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 9. Bdk. pula R.J.
Karis, OFM., “The Gospel according to Luke” dalam R.E. Brown cs (eds), The
New Jerome Biblical Commentary, Geoffrey Chapman, London 1989, 676.
[13]
Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 119. Oleh karena
itu, dalam bukunya, The Gospel of Saint Luke, C. Stuhlmueller
mengungkapkan bahwa perjalanan ke Yerusalem lebih sebagai sebuah peziarahan
spiritual daripada sebuah perjalanan geografis. Lebih jauh lagi, ia mengatakan
bahwa Yerusalem merupakan simbol pemenuhan rencana keselamatan Allah. Bdk. C.
Stuhlmueller, C.P., The Gospel of Saint Luke, Introduction and Commentary, Liturgical
Press, Collegeville 1952, 34.
[14]
Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 119.
[15]
Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 117.
[16]
Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 117.
[17]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 134.
[18]
Kisah-kisah lain yang menggambarkan ketakjuban atau keheranan orang banyak
menyaksikan tindakan pewartaan Yesus dapat dilihat pada Luk 5:26; 8:25.56;
9:43.
[19] Dr.
B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, BPK
Gunung Mulia, Jakarta 1977, 108.
[20]
Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat di Perjalanan, 14.
[21] Dr.
B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), 104.
[22]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 559-564.
[23] J.
Fuellenbach, SVD., Mewartakan Kerajaan
Allah, Renungan untuk Khalwat dan Rekoleksi Pribadi, diterjemahkan dari Proclaiming His Kingdom, Meditations for
Personal Recollection, oleh Paulus Yuliadi, Nusa Indah, Ende 2004, 22.
[24]
Kesamaan kisah yang paralel dalam injil sinoptik meliputi kesamaan isi (content),
susunan (arrangement), dan bahasa (language). Kecuali itu, ada
pula perbedaan dalam segi-segi itu yang menyebabkan persoalan, yakni persoalan
sinoptik. Bdk. F. Gast, OCD., ”Synoptic Problem” dalam R.E. Brown, S.S., cs
(eds.), The Jerome Biblical Commentary, 1.
[25]
Isi, susunan, dan bahasa Lukas dalam kisah Luk 5:1-11 sangat berbeda dengan Mrk
1:16-20. Misalnya, Lukas memiliki kisah mukjizat, Markus tidak. Maka, susunan
kisah Lukas juga berubah dari kerangka kisah Markus. Perbedaan bahasa sangat
tampak dari perubahan kata-kata yang digunakan Yesus memanggil para murid,
yakni “penjala manusia” (fisher of men) menjadi “menjala manusia” (taking
human beings alive). Dalam teks aslinya (Yunani), kata kerja yang digunakan
Lukas adalah zōgrōn yang merupakan kombinasi dari zōos (alive) dan
agrein (catch, hunt). Kata ini berarti menangkap dan membawa manusia pada
keidupan. Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 568.
[26]
Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560.
[27]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560; bdk. pula Leander
E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, The New Interpreter’s
Bible IX, Abingdon Press, Nasville 1995, 116.
[28]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560.
[29] F. Bovon,
Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, diterjemahkan dari Evangelium
nach Lukas: 1, oleh Christine M. Thomas, Fortress Press, Minnepolis 2002,
166-167.
[30]
Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560.
[31]
R.E. Brown, The Gospel According to John, XIII-XXI, The Anchor Bible,
XXVIII, Doubleday & Company, Inc., New York 1980, 1090.
[32]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560. F. Bovon melihat
ada 7 persamaan kedua kisah itu, yakni penyejajaran Yesus dan Simon; penangkapan
ikan yang sukses; perintah Yesus untuk melakukan sebuah tantangan; ketaatan
iman (kepercayaan) para penjala ikan; mukjizat penangkapan ikan; sikap Simon
untuk mengungkapkan imannya; dan mungkin sebuah nubuat. Bdk. F. Bovon, Luke
1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.
[33] A.
Plummer, A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel According to St.
Luke, Clark, Edinburgh 1969, 147.
[34]
J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560-562; bdk. F. Bovon,
Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.
Langganan:
Postingan (Atom)