Jumat, 04 Juni 2010

Katarsis sebagai salah satu bentuk ungkapan perasaan

TUGAS KURSUS KATEKETIK

FAKULTAS TEOLOGI WEDABHAKTI

19-23 JANUARI 2009

 


KASUS

Sheila adalah seorang anak yang berusia 6 tahun. Ia tinggal berdua bersama ayahnya di sebuah gubuk dengan satu kamar di sebuah perkampungan. Rumahnya sangat sederhana bahkan tidak memiliki berbagai sarana yang urgen seperti pemanas, ledeng, dan listrik. Ibunya menginggalkannya di jalanan ketika ia berusia 4 tahun. Ia mempunyai seorang adik tetapi dibawa serta oleh ibunya. Ketika ia lahir ibunya baru berumur 14 tahun, dua bulan setelah perkawinan paksa. Sedangkan ayahnya sudah berumur 30 tahun. Ayahnya seorang pemabuk dan tak mampu memberinya pengasuhan yang baik.

Sheila menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan berpindah-pindah dari rumah keluarga ibunya sampai akhirnya ia ditinggalkan di tepi jalan oleh ibunya. Situasi itu terpaksa terjadi karena pada saat itu ayahnya dalam penjara atas tuduhan terlibat obat-obatan terlarang dan minuman beralkohol. Sejak masa kanak-kanaknya, ia sering dianiaya oleh orang tuanya. Di badannya banyak bekas luka dan patah tulang akibat penganiayaan itu. Menurut catatan psikiater, ia memiliki ketidakmampuan kronis untuk menyesuaikan diri dengan masa kanak-kanak.

Sampai saat ini, ia sudah bersekolah di tiga sekolah. Seringnya ia berpindah-pindah merupakan akibat dari perilakunya yang tidak terkendali. Dia tidak memiliki teman di tempat tinggalnya dan tidak akrab dengan orang dewasa. Ia suka menyendiri, memusuhi dan tidak bersahabat. Ia berbicara secara tidak teratur hanya ketika ia marah. Sebenarnya ia sangat jenius karena memiliki IQ di atas 180, namun ia menderita problem emosional yang parah. Di usianya yang masih sangat belia itu ia sudah mahir membaca dan berhitung, kosa katanya pun sudah banyak. Sayangnya, ia tidak pernah menangis, baik di kala sedih, marah maupun kesakitan. Ia juga sering merusakkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Pekerjaannya sendiri, pekerjaan temannya, papan buletin, pajangan seni, kertas soal, dan apa saja. Ayahnya menganggapnya anak yang suka melawan bahkan dianggap sebagai "anak gila" sehingga sering mendisiplinkan dia dengan cara memukul atau mencabut haknya untuk melakukan sesuatu.

Saat ini ia bersekolah di sebuah Sekolah Dasar bersama dengan beberapa murid lainnya. Namun ia jarang sekali mau berbicara apalagi mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Ia membenci setiap gurunya. Pada suatu saat, ia mengatakan bahwa gurunya tidak bisa memaksanya untuk berbicara atau mengerjakan tugas. Ia tidak mau diatur dan tidak mau terlibat dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Ia sering menjerit dan  mengganggu suasana kelas. Meskipun ia agak agresif dan destruktif namun ia sangat takut pada ayahnya. Semua perintah ayahnya selalu ia ingat dan ia berlakukan di mana pun ia berada sekalipun situasinya berbeda. Misalnya, kalau ia berbuat salah ayahnya akan mencambuknya maka dia juga berpandangan bahwa gurunya pun akan mencambuknya. Ia menganggap semua orang dewasa sama seperti ayahnya. Itulah sebabnya membenci gurunya.

 

SOLUSI

Menurut Sandstrom, C.I., Hurlock, E.B., aspek perkembangan emosi (psikologis) anak pada masa kanak-kanak, kuat dan singkat, kalau emosinya kurang baik maka ia akan ditolak oleh kawan-kawannya. Maka pada masa ini seorang anak belajar mengendalikan emosinya. Persis inilah yang dialami oleh Sheila pada masa kanak-kanaknya. Emosinya tidak terkendali maka dia dijauhi oleh kawan-kawannya. Ketidakmampuan mengendalikan emosinya ini mungkin disebabkan oleh tekanan orang tuanya entah dengan aturan maupun hukuman fisik yang didapatkannya. Ia merasa tidak bebas dan karena itu ia tidak bisa mengeluarkan emosinya secara teratur dan terkendali. Emosi yang terpendam itu akhirnya tertimbun-timbun dan mengendap dalam dirinya sehingga sulit untuk mengeluarkannya ketika ia memasuki masa sekolah Hurlock mengungkapkan bahwa perkembangan emosi pada masa anak sekolah adalah cemburu, iri, takut, cemas, dan lain-lain. Hurlock menambahkan bila anak menemukan katarsis emosional sebaiknya dibimbing untuk menemukan bentuk-bentuk penyaluran emosional yang dapat diterima secara sosial.

Pada kasus Sheila ini perkembangan emosional rasa takut lebih dominan pada dirinya. Pengalaman dianiaya di lingkungan keluarganya membuatnya takut pada orang lain sehingga selalu muncul suatu tindakan destruktif sebagai defence mechanism-nya untuk melindungi dirinya. Menurut L Kohlberg, anak pada usia Shelia memang mengalami perkembangan moral takut hukum dan patuh pada aturan tetapi perlakuan yang dialami oleh Shelia sudah keterlaluan sehingga berdampak negatif pada dirinya. 

Nah kalau demikian bagaimana seharusnya menghadapi anak seperti itu? Bagaimana mendidik anak seperti dia? Sebagai catatan yang tidak bisa dilupakan ketika hendak menghadapi Sheila adalah kemampuannya di atas rata-rata dan masa lalunya yang begitu suram. Dia sebenarnya tahu apa yang kita katakan dan lakukan hanya saja dia tidak mau berbicara karena ia selalu memproyeksikan figur ayahnya dan ibunya kepada semua orang.

Oleh karena itu, menurut saya, hal pertama yang perlu dilakukan terhadapnya adalah menerimanya dan menghargainya sebagaimana anak lainnya. Mungkin dia sulit bsginya karena sudah terbiasa diperlakukan kasar tetapi ini akan membantu perkembangan pribadinya. Yang kedua yang baik dilakukan adalah membiarkan dia menyesuaikan diri dengan keadaan dan jangan memaksa dia untuk melakukan suatu hal atau membebaninya dengan bebagai aturan yang sulit. Dia harus mengalami kebebasan di sekolah yang berbeda dari rumahnya agar sekolah (kelas) menjadi "home" baginya. Kalau dia memang belum mau melakukan apa yang diperintahkan biarkan saja toh dia anak yang pandai jadi tidak perlu takut ketinggalan materi. Yang penting juga untuk diperhatikan adalah dia anak yang destruktif maka sebaiknya dia dijauhkan dari anak-anak yang lain agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan. Namun tidak boleh terkesan bahwa dia tidak diterima atau tidak dianggap keberadaannya. Untuk melakukan hal ini, kita harus menjelaskan dengan baik kepadanya bahwa kalau dia memang belum mau mengikuti kegiatan belajar maka sebaiknya dia duduk di belakang atau di depan sambil memperhatikan teman-temannya yang lain. Nanti kalau dia sudah siap baru bergabung dengan teman-teman yang lain.

Menghadapi anak seperti Sheila tidak perlu melakukan kekerasan sebaliknya dia harus disapa dengan lembut, tenang dan ramah. Mungkin awalnya dia tidak akan bereaksi atau malah bereaksi negatif tetapi suatu saat dia pasti akan berubah. Dia membutuhkan kasih sayang dan perhatian khusus dari seorang guru. Kita harus berusaha membuktikan kepadanya bahwa apa yang kita lakukan bukan untuk menyakitinya tetapi justru untuk mencintainya. Dia pasti sangat trauma dengan sikap ayah dan ibunya. Mungkin baik juga kalau dilakukan pendekatan personal dengan orang tuanya dan mengatakan ayahnya di depan Sheila bahwa dia anak yang baik dan taat. Dia harus selalu dibesarkan hatinya, dihibur dan dipuji.

Yang terakhir yang bisa dilakukan menurut saya adalah mengajaknya untuk melakukan katarsis. Mungkin bisa dilakukan dengan mengajaknya menulis puisi tentang bagaimana perasaanku, atau menuliskan perasaan-perasaan dalam sebuah buku diary (karena dia sudah mahir membaca dan menulis), atau mungkin lewat permainan yang membutuhkan ekspresi yang membebaskan, dan sebagainya. Namun hal ini bisa dilakukan kalau dia sudah mau mengikuti kegiatan yang kita lakukan. Yang terpenting untuk menciptakan pribadi Sheila yang sehat menurut Rogers adalah menerimanya dan menghargai dirinya tanpa syarat (unconditional positive regard).

Semoga dapat membantu, terima kasih!!!

Antonius Pabendon (3104)

 

Anging Mammiri, Rabu, 04 Februari 2009

Konsep Penebus Bagi Bangsa Israel

A

Konsep Penebus Bagi Bangsa Israel

Bertitik Tolak Pada Teks

Rut Menjadi Istri Boas (Rut 4: 1-17)

 

 

I.       Pendahuluan

"Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap  di bumi." (Kej 1:28). Ini merupakan suatu perintah dari Allah ketika menciptakan manusia agar membentuk suatu keluarga dan menghasilkan keturunan. Oleh karena itu, keturunan bagi bangsa Israel merupakan hal yang sangat penting. Selain merupakan perintah Allah, keturunan juga adalah pewaris milik pusaka keluarganya. Bahkan bangsa Israel mengizinkan perkawinan levirat untuk menghasilkan keturunan bagi yang telah meninggal kalau belum memiliki keturunan dari istrinya. Selain keturunan, tanah milik pusaka juga merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa Israel. Tanahlah yang akan menjadi warisan bagi keturunan sebuah keluarga. Karena begitu pentingnya, maka tanah di Israel tidak pernah dijual sepenuhnya tetapi hanya digadaikan. Tanah itu selalu bisa ditebus atau kalau seseorang tidak mampu menebusnya, orang lain bisa menebusnya, atau setelah 7 tahun tanahnya itu akan kembali kepadanya (bdk. Im ). Kedua hal ini, keturunan dan milik pusaka, merupakan hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dalam tradisi bangsa Israel.

Kasus serupa juga dialami oleh Rut dalam Rut 4: 1-17. Rut adalah seorang perempuan Moab, istri Mahlon, yang menjadi janda sebelum mendapatkan keturunan. Kemudian ia pergi ke Betlehem, kampung halaman suaminya, mengikuti mertuanya, Naomi. Di sana ia bertemu dengan Boas, seorang kaya raya dari kaum Elimelekh (bdk Rut. 2:1). Ia mendapat belas kasihan dari Boas, bahkan Boas berkenan menebus tanah mertuanya dan mengambilnya sebagai istri untuk menegakkan nama Mahlon, suaminya yang telah meninggal di atas milik pusaka itu (bdk Rut 4: 5).

Persoalan seputar Rut dan Boas inilah yang akan dianalisa dalam makalah ini. Pendekatan yang akan ditempuh oleh pemakalah adalah pendekatan sinkronis (narasi). Akan tetapi, pemakalah akan lebih memfokuskan isi makalah ini ke arah konsep penebus dalam tradisi bangsa Israel.

II.    Latar belakang tokoh Rut dan Boas

II.1. Latar Belakang Rut

Rut mungkin berarti "teman atau sahabat". Nama Rut bersifat lambang yang menggambarkan karakter tokohnya (bdk. Rut 1:14)[1]. Rut adalah perempuan ketiga dalam silsilah Yesus (bdk. Mat. 1:1-17). Ia bukan keturunan bangsa Israel tetapi ia adalah seorang perempuan Moab. Suaminya bernama Mahlon, anak Naomi. Ketika suaminya meninggal, ia meninggalkan tanah airnya dan pergi bersama Naomi, mertuanya, ke Betlehem untuk mencari penghidupan (bdk. Rut. 1:4.16-19a). Di Betlehem ia menjadi seorang pemungut bulir-bulir jelai di ladang Boas, salah seorang sanak Naomi dari pihak sumainya. Di situlah ia bertemu dengan Boas untuk pertama kalinya (bdk. Rut 2:1-16). Pada akhirnya Boas menjadi suaminya dan melahirkan Obed yang artinya "abdi Allah"[2].

 

II.2. Latar Belakang Boas

 Dari namanya, "Boas" mungkin berarti "yang cepat"[3]. Dari latar belakang hidupnya, Boas berasal dari kaum Elimelekh. Ia adalah sanak Naomi dari pihak suaminya, Elimelekh. Ia seorang yang kaya raya. Ia memiliki ladang gandum dan para pekerja. Di situlah Rut memungut bulir-bulir jelai di belakang penyabit-penyabit (bdk. Rut 2:1-4). Sebagai sanak Naomi, ia adalah salah seorang penebus (go'el) bagi Naomi dan Rut. Akan tetapi ia bukan penebus yang utama karena ia bukan kerabat yang paling dekat (bdk Rut 3:12). Kendatipun demikian, ia akhirnya yang menjadi penebus (go'el) bagi Naomi dan Rut karena penebus (go'el) yang pertama tidak bersedia dan menyerahkan haknya kepada Boas (bdk. Rut 4:6). Sebagai penebus, ia memperistri Rut untuk melanjutkan keturunan Mahlon agar bisa mewarisi milik pusaka Mahlon dan Elimelkh. Dari hubungannya dengan Rut, lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Obed.

 

III. Struktur Teks dan Analisanya

Teks Rut 4:1-17 akan dianalisa dan dibagi dalam lima bagian antara lain:

III.1. Siapa Yang Akan Menjadi Penebus? (4:1-8) [4]

Bagian pertama ini berupa pertanyaan "siapa yang akan menjadi penebus?" karena memang belum jelas siapa yang akan menebus Rut. Namun pada akhirnya identitas sang penebus akan terungkap pada bagian ini. Dalam ayat 1 diungkapkan bahwa ketika Boas sedang duduk di pintu gerbang, kebetulan lewatlah penebus yang disebutkan Boas (kepada Rut). Kata kebetulan yang digunakan oleh pengarang menunjukkan bahwa di balik peristiwa itu ada suatu penyelenggaraan ilahi[5]. Karena penebus yang disebutkan Boas kebetulan lewat maka Boas bisa membereskan masalah mengenai penebusan tanah Naomi.

Boas memanggil penebus itu sebagai "saudara" atau "teman" dan mengajaknya untuk membicarakan masalah penebusan. Boas juga memilih sepuluh orang dari para tua-tua kota itu dengan maksud menjadi saksi dalam transaksi resmi itu. Kesaksian adalah hal yang sangat penting dalam membuat suatu transaksi resmi seperti itu[6]. Di hadapan para saksi itu, Boas mengutarakan masalah penjualan tanah warisan keluarga Elimelekh kepada "saudaranya". Tanah itu sudah diputuskan untuk dijual oleh Naomi karena kemiskinannya[7].

Awalnya "saudara" itu setuju membeli tanah itu karena ia berpikir akan mendapatkan keuntungan dari hasil tanah itu. Ia rela menebusnya dan bersolider dengan sanak keluarganya demi mempertahankan milik pusaka keluarganya (bdk ay 4c). Namun ketika Boas menyampaikan bahwa menebus tanah juga berarti mengambil Rut sebagai istri serta memberikan keturunan kepadanya demi menegakkan nama alm. Mahlon, "saudara" itu tidak dapat menebus tanah itu. Alasannya menolak menjadi penebus sangat jelas yaitu ia tidak mau merusakkan milik pusakanya. Dengan kata lain, "saudara" itu tidak mau rugi karena dengan mempristri dan memberikan keturunan kepada Rut, tanah pusaka yang telah dibelinya akan dikembalikan lagi kepada keturunan Rut nantinya. Penolakan "saudara" itu merupakan suatu keberuntungan bagi Boas yang memang ingin menebus dan memperistri Rut. Sekali lagi peristiwa ini secara implisit sudah memunculkan suatu penyelenggaraan ilahi.

 Untuk menyerahkan hak penebusannya kepada Boas maka "saudara" itu -menurut tradisi di Israel sebelum zaman penulis- melepaskan kasutnya sebelah dan memberikan kepada Boas (bdk ay 7-8). Kasut atau sandal berfungsi sebagai sebuah simbol atas hak membeli atau menebus tanah milik Elimelekh[8]. Dengan penyerahan kasut ini berarti hak penebusan sekarang telah diserahkan kepada Boas. Dengan demikian pertanyaan "siapa yang yang akan menjadi penebus ?" sudah terjawab dalam bagian ini. Boaslah penebus yang sesungguhnya.

 

III.2. Pandangan Boas: Sebuah Masa Depan Keluarga (4: 9-10)

Bagian ini merupakan kata-kata Boas setelah menerima tawaran "saudaranya" pada bagian pertama di atas. Kata-kata Boas ini diawali dan diakhiri oleh pernyataan "Kamulah pada hari ini menjadi saksi". Pernyataan ini menunjuk pada upacara penyerahan kasut kepada Boas[9]. Dalam hal ini saksi begitu penting bagi sah tidaknya suatu upacara serah terima/transaksi hak penebusan dalam tradisi Israel. Dalam kata-kata itu, Boas juga mengungkapkan tujuannya menebus tanah yang dijual Naomi dan memperistri Rut. Tujuannya yaitu untuk menegakkan nama orang yang telah mati (Mahlon) di atas milik pusakanya sehingga nama orang itu tidak akan lenyap dari antara saudara-saudaranya dan dari antara warga kota (bdk ay 10). Ini berarti ada tiga hal yang dilanjutkan oleh penebusan Boas yaitu lingkaran keluarga, ingatan publik, dan jaminan tempat bagi generasi berikutnya[10].

 

III.3. Pandangan Masyarakat: Sebuah Masa Depan Bagi Umat Allah (4: 11-12)

Bagian ini merupakan seruan 10 tua-tua yang dipilih Boas bersama dengan seluruh rakyat yang hadir di pintu gerbang itu. Seruan masyarakat yang hadir itu merupakan tanggapan atau tanda persetujuan mereka atas kata-kata Boas sebelumnya. Masyarakat itu bersedia menjadi saksi bagi Boas. "Kamilah menjadi saksi...." (bdk ay 11). Seraun mereka juga disertai oleh tiga harapan yaitu[11]: pertama, kiranya perempuan itu sama seperti Rahel dan Lea yang keduanya telah membangunkan umat Israel (ay 11b). Kedua, biarlah Boas menjadi makmur di Efrata dan namanya termasyhur di Betlehem (ay 11c). Ketiga, keturunannya kiranya menjadi seperti keturunan Peres yang dilahirkan Tamar bagi Yahuda oleh karena anak-anak yang akan diberikan Tuhan kepadanya dari Rut (ay 12).

Pandangan masyarakat terhadap penebusan Boas ternyata jauh dari bayangan dan tujuan Boas yang hanya ingin menegakkan nama Mahlon. Masyarakat lebih mengaitkan peristiwa itu dengan sejarah bangsa Israel dan tampaknya keluarga lebih mereka kaitkan dengan umat israel bukan hany keluarga Rut. Dengan kata lain, pandangan mereka tidak berhenti pada masa depan keluarga tetapi melihat jauh ke belakang yaitu masa depan bangsa Israel.

 

III.4. Pernikahan (4:13)

Bagian ini merupakan bagian yang sangat singkat karena hanya terdiri dari satu ayat saja. Ayat ini sebenarnya meringkas suatu peristiwa yang sangat panjang yaitu mulai dari menikah sampai melahirkan seorang anak laki-laki. Peristiwa itu dapat dibagi dalam lima even yaitu[12]: pertama, Boas "mengambil" Rut. Hal ini memberi kesan sebuah ritual yang sangat sederhana. Kedua, dia "menjadi" istrinya (Boas). Hal ini menunjukkan adanya penerimaan dari Rut dan kemauan untuk hidup menjadi satu daging dengan Boas. Ketiga, Boas "menghampiri" Rut. Mereka mengadakan hubungan seksual. Keempat, "atas karunia Tuhan" perempuan itu mengandung. Ungkapan "atas karunia Tuhan" menggambarkan Tuhan kembali lagi ikut campur tangan dalam hubungan Boas dan Rut sehingga Rut mengandung. Jadi kandungan Rut adalah suatu hadia dari Tuhan. Kelima, Rut melahirkan seirang anak laki-laki. Karena Tuhan telah ikut campur dalam kandungan Rut maka anak yang dilahirkan oleh Rut juga merupakan pemberian Tuhan. Anak itulah yang akan mewarisi dan menegakkan nama Mahlon di atas tanah pusakanya.

 

III.5. Pandangan Perempuan-perempuan: Masa Depan bagi Naomi (4:14-17)

Bagian kelima ini menghadirkan pujian perempuan-perempuan kepada Naomi atas kelahiran cucu pertamanya. Para perempuan itu juga menempatkan kehadiran cucu bagi Naomi sebagai suatu karunia Tuhan maka mereka mengawali seruan mereka dengan memuji Tuhan (bdk ay 14). Kehadiran anak bagi Naomi sangat menguntungkan. Ada tiga keuntungan yang digambarkan oleh para perempuan itu yaitu di kemudian hari anak itu akan menjadi pelindung, penyegar jiwa, dan pemelihara bagi Naomi ketika telah lanjut usianya[13]. Selain itu, para perempuan itu juga memuji Rut sebagai wanita yang sangat mengasihi Naomi dan berharga baginya karena telah melahirkan anak itu. Rut dikatakan lebih berharga dari tujuh anak laki-laki.

Satu hal yang menarik pada bagian ini adalah pemberian nama kepada anak itu tidak dilakukan oleh orang tuanya, dan Naomu juga tidak. Namun perempuan-perempuanlah yang memberi nama bagi anak itu. Tidak biasa pemberian nama dilakukan oleh perempuan tetapi tampaknya ingin ditunjukkan peranana perempuan yang juga cukup sentral dalam hal ini. Perenanan perempuan dalam pemberian nama bagi putra Rut ini mengajak kita untuk memperhatikan arti kata nama itu yaitu Tuhan yang datang untuk mengunjungi umat-Nya. Kunjungan Tuhan pada kisah ini nampak dalam kehadian seorang anak laki-laki dalam keluarga.

 

Dari analisa teks ini nampak bahwa kisah Rut 4:1-17 ini mau menekankan suatu camur tangan Allah dalam proses penebusan yang dialami oleh Naomi dan Rut. Pola teks itu mulai dari suatu proses penentuan siapa yang akan menebus; seruan Boas di depan saksi sebagai tanda persetujuannya menjadi saksi menggantikan sanak yang lebih dekat; tanggapan dan harapan para saksi dan orang banyak kepada Boas; ringkasan terhadap pernikahan sampai menghasilkan keturunan; dan terakhir seruan pujian perempuan-perempuan kepada Tuhan atas kelahiran Obed.

 

IV.        Konsep Penebus (go'el) Dalam Tradisi Israel

Penebus (go'el) dalam tradisi Israel adalah seorang sanak keluarga yang berkewajiban mempertahankan kepentingan individu atau kelompok (keluarganya). Konsep penebusan yang sudah menjadi tradisi praktek di Israel merupakan suatu aturan dari Yahwe kepada umat Israel. Dalam Imamat 25:23-25, 29; 47-49 aturan itu dengan jelas diungkapkan sebagai suatu aturan bahwa orang Israel yang menjadi budak bisa ditebus oleh kerabatnya. Peristiwa Kewajiban seorang go'el yaitu mencegah tanah milik keluarga dari dialihtangankan; jadi dalam kasus Rut, seorang go'el harus membelinya agar tidak jatuh ke tangan orang lain (bdk Im 25:23-25, 47-49). Sedangkan kewajiban kerabat paling dekat untuk kawin dengan janda sanak saudara yang meninggal tanpa mempunyai keturunan, hukum levirat (bdk Ul 25:5-10)[14].  Namun penebusan yang paling berat adalah menebus darah jika ada seorang anggota suku terbunuh (bdk Im 35:19)[15].

Penebusan dalam tradisi Israel merupakan suatu bentuk solidaritas kerabat keluarga terhadap sanak keluarga yang lain. Selain itu, dengan adanya penebusan tampak pula bahwa tanah pusaka dan keturunan bagi bangsa Israel sangat penting. Kedua hal ini saling berhubungan. Tanah adalah warisan keluarga sementara keturunan adalah ahli waris. Tanah tidak boleh dijual mutlak karena Tuhanlah pemilik tanah sedangkan manusia hanya pendatang (bdk Im 25:23). Aturan tidak boleh menjual tanah mutlak semakin diperjelas dengan adanya aturan tahun Yobel (bdk Im 25:1-22). Jadi tanah dan keturunan tidak bisa dihilangkan salah satunya. Kalau salah satu dari dua hal ini tidak ada maka kewajiban seorang sanak keluarga terdekat untuk menebus (bdk Rut 4:12). Dalam kasus Boas dan Rut di atas, kedua hal ini, tanah dan keturunan, menjadi kewajiban bagi penebus karena Rut belum memiliki anak untuk mewarisi tanah pusaka milik suaminya yang telah hendak dijual Naomi.

Arti go'el kemudian diperluas dan bangsa Israel mengaitkan dengan Allah sebagai seorang Go'el (bdk Ayub 19:25; Yes 41:14; Yer 50:34; Mzm 19:15; 78:35). Arti go'el dalam hal ini tidak lagi dibatasi oleh hanya faktor tanah, keturunan, atau penumpah darah. Tuhan sebagai Penebus menyatakan Tuhan sebagai Pelindung orang tertindas dan Pembebas umat-Nya[16]. Kemudian dalam Perjanjian Baru dan tradisi Kristen selanjutnya mengalihkan istilah itu kepada Yesus.

 

V.           Penutup

Teks Rut 4:1-17 menggambarkan suatu proses penebusan dalam tradisi Israel. Penebusan dalam hal ini adalah penebusan tanah miliki keluarga Elimelekh yang sudah hendak dujual oleh Naomi karen kemiskinannya. Namun konsekuensi dari seorang penebus yang hendak menebus tanah itu adalah menikahi dan memberikan keturunan kepada Rut untuk menegakkan nama suaminya yang telah meninggal di atas milik pusaka itu. Jadi penebus yang diaharapkan adalah orang yang benar-benar mau bersolider dan berkorban bagi sanaknya. Inilah yang tidak dimiliki oleh "saudara" yang lebih dekat yang menolak menjadi penebus karena dengan menebus berarti merusakkan milik pusakanya sendiri. Namun berbeda dengan Boas, ia mau menggantikan posisi "saudara" itu menjadi penebus bagi Rut. Karena kerelaannya itu, ia dikaruniai berkat oleh Tuhan dengan memberikan keturunan bahkan menjadi keturunannya itu menjadi nenek moyang Daud dan Yesus. Peristiwa-peristiwa dalam teks ini memunculkan suatu pertanyaan reflektif bagi saya, apakah Tuhan telah mengatur semua itu, misalnya ketika Boas duduk di gerbang lalu kebetulan lewat "saudara" itu, atau mengapa keputusan "saudara" itu tiba-tiba saja berubah? Sepertinya memang Tuhan terlibat dari awal peristiwa itu -karena keterbukaan hati Boas- sampai Rut mengandung dan melahirkan Obed. Anak inilah yang akan menjadi ahli waris keturunan Elimelekh dan menjadi nenek moyang Daud dan Yesus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

 

Hamlin, E. John Hamilton, 1996,

Surely There Is A Future, Wm. B. Eerdmans Publishing Company, Michigan.

Keck, Leander E. (ed),

The New Interpreter's Bible, A Commentary in Twelve Volumes, Abingdon Press, Nashville.

Mays, James L. (General Ed.), 1988,

Harper's Bible Commentary, Harper and Row Publisher, Amarica.

Majelis Agung Wali-wali Gereja di Indonesia, 1962,

Kitab-kitab Sejarah, Nusa Indah Ende-Flores, Flores.

Power point Rm Indrasanjaya.

Tim Penyusun, 2005,

Kitab Suci Katolik, Arnoldus-Ende, Flores.

 



[1] James L. Mays (General Ed.), Harper's Bible Commentary, Harper and Row Publisher, Amarica 1988, 263.

[2] Majelis Agung Wali-wali Gereja di Indonesia, Kitab-kitab Sejarah, Nusa Indah Ende-Flores, Flores 1962, 156.

[3] Majelis Agung Wali-wali Gereja di Indonesia, Kitab-kitab Sejarah, 150.

[4] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, Wm. B. Eerdmans Publishing Company, Michigan 1996, 55.

[5] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 56.

[6] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 56.

[7] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 57.

[8] Leander E. Keck (ed), The New Interpreter's Bible A Commentary in Twelvw Volumes, Abingdon Press, Nashville, 938.

[9] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 59.

[10] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 61.

[11] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 64-66.

[12] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 67-68.

[13] E. John Hamilton Hamlin,  Surely There Is A Future, 69.

[14] Tim Penyusun, Kitab Suci Katolik, Arnoldus-Ende, Flores 2005, 402.

[15] Bdk power point Rm Indrasanjaya.

[16] Tim Penyusun, Kitab Suci Katolik, 1335.

Andaikan Pastor Seorang Konselor

 "(Andaikan) Pastor Seorang Konselor"

 

 

I.             Pengantar

Realitas kehidupan saat ini sungguh kompleks dengan segala persoalannya masing-masing. Dalam bidang kehidupan apa saja persoalan terasa begitu banyak dan menghambat kinerja hidup. Realitas itu tidak bisa tidak menimbulkan masalah bagi manusia yang memiliki kehidupan dan yang bekecimpung dalam berbagai bidang kehidupan. Masalah yang muncul bermacam-macam. Ada masalah yang dapat dikategorikan ringan dan berat, tergantung jenis masalahnya dan siapa yang menghadapinya. Masalah-masalah yang kompleks dalam kehidupan yang kompleks ini kadang sulit dihadapi oleh manusia seorang diri tetapi harus membutuhkan bantuan orang lain karena manusia adalah makhluk sosial.

Dalam situasi seperti ini maka peranan seorang kenselor sangat dibutuhkan. Ketika manusia yang bermasalah sudah tidak mampu lagi menghadapi masalahnya seorang diri maka tentu ia akan mencari seseorang (konselor) yang bisa membantunya. Sayangnya cara seperti ini kurang tepat kalau disejajarkan dengan fungsi konseling itu sendiri. Konseling tidak hanya berfungsi untuk mengatasi masalah yang ada tetapi juga berfungsi untuk memberikan pemahaman dan pencegahan atas kemungkinan munculnya masalah. Prinsipnya adalah "lebih baik mencegah daripada mengobati".

Kendatipun demikian, satu hal yang muncul dari fenomena seperti itu adalah bahwa kehadiran seorang konselor masih sangat dibutuhkan di dalam dunia yang serba kompleks ini. Dengan demikian, anggapan banyak orang bahwa konselor itu tidak sangat perlu karena semua orang bisa menjadi konselor dan semua orang bisa memberi nasihat adalah anggapan yang keliru. Itu adalah kesalahpemahaman terhadap makna konselor. Berdasarkan hal ini penulis akan mencoba menguraikan bahwa konselor itu masih sangat dibutuhkan bukan sebagai pemberi nasihat atau decision maker, tetapi sebagai penolong bagi individu untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Tema yang akan penulis angkat adalah "Andaikan Pastor seorang konselor". Tema ini menunjukkan bahwa konselor itu masih sangat dibutuhkan sehingga seorang pastor pun mau berkhayal menjadi seorang konselor.

 

 

II.          Pastor Bukan Konselor Tapi Sering "Menjadi Konselor"

Seorang pastor memang bukanlah seorang konselor tetapi dalam kenyataan sehari-hari kadang-kadang ia harus "menjadi seorang konselor". Misalnya saja, ketika berhadapan dengan umat atau yang lebih khusus lagi umat yang minta dibimbing olehnya maka mau tidak mau ia harus menjadi pembimbing (konselor) bagi umat tersebut. Pastor adalah seorang imam, rohaniwan atau kaum religius, sedangkan konselor adalah seorang yang membantu konseli untuk menafsirkan fakta berkaitan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian diri yang perlu diusahakan oleh konseli[1]. Konselor dapat pula diartikan sebagai seorang yang berusaha membantu individu untuk semakin lebih tepat memahami dirinya dan cara-caranya bereaksi terhadap pengaruh-pengaruh lingkungannya[2]. Dari pengertian ini nampak jelas perbedaan antara keduanya. Akan tetapi kalau mengamati tugas seorang pastor dalam kehidupan sehari-hari maka ia juga dapat digolongkan sebagai seorang konselor.

Seorang pastor biasa juga disebut sebagai "pembimbing" rohani. Kata pembimbing sebenarnya sudah terbesit di dalamnya tugas seorang konselor. Meskipun ia cenderung ke pembimbingan rohani tetapi bagaimanapun juga ia berhadapan dengan subjek (binimbing atau konseli) yang membutuhkan bantuannya. Oleh karena itu, seorang pastor pun wajib mempelajari teori-teori konseling yang akan membantunya dalam tugas-tugasnya khususnya ketika berhadapan dengan umat.

Salah satu faktor yang sangat-sangat penting yang harus dimiliki dan dihayati oleh seorang pastor adalah kemampuan untuk mendengarkan. Tugas seorang pastor tidak hanya berkhotbah atau menasihati tetapi ia juga harus bisa mendengarkan orang lain. Itulah tugas yang wajib sebagai seorang pembimbing. Kemampuan mendengarkan ada dua jenis yaitu mendengarkan pasif/diam (silence) dan mendengarkan aktif (active listening). Kedua jenis mendengarkan ini merupakan cara menanggapi perasaan seseorang yang lebih konstruktif menurut Dr. Thomas Gordon. Kedua jenis ini adalah bagian dari sarana komunikasi yang efektif dan konstruktif (communication facilitators). Selain kedua hal itu, ada dua hal lain yang merupakan bagian Communication Facilitators yang juga perlu diperhatikan dan dipraktekkan oleh seorang pembimbing yaitu tanggapan pengakuan-penerimaan (acknowledgment responses) baik secara verbal maupun non-verbal dan ajakan untuk melanjutkan (door openers, invitations to talk)[3].

Dari keempat communication facilitators ini yang paling baik dilakukan adalah mendengarkan aktif.  Ketiga fasilitas yang lainnya memang sudah baik tetapi memiliki keterbatasan dan tidak banyak interaksi. Binimbing/konseli (orang lain) tidak tahu apakah ia sudah dimengerti atau belum. Yang dia tahu adalah bahwa ia sudah didengarkan. Sedangkan dalam mendengarkan aktif, penerima/pendengar (pastor) berusaha mengerti perasaan pengirim/pembicara serta arti pesan yang dikirimkannya. Kemudian pengertiannya dinyatakan/dirumuskan dalam kalimat dan dikirimkan kembali kepada pengirim (binimbing). Penerima (pastor) tidak mengirimkan pesannya sendiri, seperti penilaian, pendapat, nasihat, analisa, dan pertanyaan. Yang diumpanbalikkan hanyalah apa yang dianggapnya sebagai arti pesan si pengirim (binimbing). Bagian umpan balik dari mendengarkan aktif semata-mata adalah untuk mencocokkan ketepatan si penerima (pastor) dalam mendengarkan. Hal itu juga untuk meyakinkan pengirim behwa ia dimengerti pada saat ia mendengar pesannya "diumpanbalikkan" secara tepat[4].

           

            Menjadi pendengar aktif

Menjadi seorang pendengar aktif tidaklah mudah tetapi butuh latihan yang tekun. Hal ini akan berproses dalam diri kita. Hal yang paling esensial yang perlu dimiliki oleh seorang konselor dalam proses menjadi seorang pendengar aktf yaitu kemampuan memberikan perhatian saat orang lain mengungkapkan perasaannya serta tidak memberi kesan menolak atau meremehkan orang lain. Kemampuan ini perlu juga dilandasi oleh kesabaran. Tanpa kesabaran mendengarkan maka 'mendengarkan aktif' hanyalah angan-angan hampa belaka. Untuk lebih jelas dan lebih rincinya berikut ini diberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pastor (pembimbing)[5]:

1.      "Pendengar aktif" harus mempercayai kemampuan pengirim untuk mengatasi perasaan-perasaannya, dan mencari penyelesaian terhadap masalahnya.

2.      Pendengar harus benar-benar dapat menerima perasaan-perasaan pengirim, apa pun perasaan itu, atau walaupun perasaan itu bertentangan dengan perasaan pendengar.

3.      Pendengar harus sadar bahwa perasaan hanyalah sementara (labil), tidak permanen. Karena itu, ungkapan-ungkapan perasaan tidak perlu ditakutkan; perasaan-perasaan itu tidak akan selamanya berada dalam diri orang yang bersangkutan.

4.      Pendengar harus mau mendengarkan apa yang akan dikatakan pengirim. Ini berarti harus bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan.

5.      Pendengar harus sungguh-sungguh mau menolong pengirim menghadapi masalahnya pada saat yang bersangkutan.

6.      Pendengar harus dapat melihat pengirim sebagai seorang pribadi yang unik, yang terpisah, yang mempunyai kehidupan sendiri, yang memiliki perasaan-perasaannya sendiri.

7.      Pendengar harus sadar bahwa banyak orang jarang dapat langsung mengungkapkan masalah yang sesungguhnya dihadapi.

8.      Pendengar harus menghargai "privacy" pengirim dan menjaga/melindungi rahasianya.

 

Menjadi Decision Making/Problem Solving

Kemampuan mendengarkan aktif akan sangat membantu dalam proses bimbingan karena dengan begitu seorang binimbing atau konseli dapat semakin terbuka untuk mengungkapkan perasaannya (katarsis), merasa diterima sehingga sekalipun perasaan negatif ia tidak takut mengungkapkannya. Hal-hal semacam ini akan mengembangkan hubungan yang hangat antara binimbing dengan pembimbing (pastor) dan dengan demikian akan mempermudah penyelesaian masalah. Dalam hal ini yang menyelesaikan masalah bukan seorang pembimbing/konselor tetapi konseli itu sendiri hanya dibantu oleh pembimbing. Dengan kata lain, pembimbing hanya berusaha memotivasi, memberi semangat, mengarahkan binimbing agar menjadi pribadi yang berkembang seutuhnya dan seoptimal mungkin. Akan tetapi, yang membuat pilihan, rencana dan tindakan penyelesaian adalah konseli itu sendiri. Oleh karena itu, sangat keliru kalau menganggap konselor sebagai problem solving atau decision making. Ia hanya membimbing individu-individu lain agar mereka mampu menjadi decision making/problem solving bagi diri mereka sendiri.

 

            Kesalahpahaman di dalam konseling

Anggapan konselor sebagai decision making/problem solving merupakan suatu anggapan yang keliru. Di sinilah letak kesalahpemahaman banyak orang akan peranan seorang konselor. Akibatnya, banyak orang yang datang ke seorang konselor (pastor) ketika ia memiliki masalah ("sakit") dan berharap setelah bertemu satu dua kali masalahnya akan sembuh. Oleh karena itu, ia menggantungkan masalahnya sepenuhnya pada konselor dan ia tidak mau aktif dalam menyelesaikan masalahnya itu. Padahal, keterlibatan konselilah yang sangat penting khususnya dalam mengungkapkan perasaannya kepada konselor, bukan sebaliknya. Kadang kala konselor dianggap seperti seorang dokter yang akan memberikan resep-resep mujarab kepada konseli sehingga setelah sekali pertemuan konseli mendapatkan resep untuk diikuti di rumah tanpa pertemuan lagi. Memang keberhasilan konseling bukan pada seringnya pertemuan tetapi yang mau diungkapkan di sini bahwa tidak cukup kalau hanya datang sekali lalu meminta resep yang dapat segera menyelesaikan masalahnya. Ini sama sekali keliru. Konseling adalah suatu proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal[6]. Akibat lain yang cenderung muncul dari kesalahpemahaman itu adalah seorang individu datang ke konselor sekadar meminta nasihat yang mampu menyelesaikan masalahnya. Ini merupakan suatu tindakan yang sangat pragmatis!

Melihat hal ini, maka akan sangat keliru pula ketika menganggap pastor sebagai pemberi nasihat atau decision making/problem solving. Sayangnya, anggapan inilah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Orang hanya datang ke pastor ketika menemukan masalah dan sebagainya, dan berharap diselesaikan oleh pastor. Sebenarnya yang harus menyelesaikan masalah adalah pemilik masalah itu sendiri bukan pastor, bukan pula konselor. Yang paling penting dalam Konseling adalah pencegahan masalah seperti yang diungkapkan John D. Krumboltz dalam tulisannya yang berjudul Behavioral Goals For Counseling, The highest priority in the counseling profession should involve the preventive of problems[7].

 

III.       Konsekuensi Pastor, Seorang Konselor 

Pada bagian sebelumnya sudah dipaparkan bagaimana seorang pastor yang sering "menjadi konselor" meskipun ia sesungguhnya bukanlah seorang konselor. Pastor "menjadi konselor"  bukan karena profesinya tetapi karena konsekuensi dari profesinya. Oleh karena itu, "menjadi konselor" juga mempunyai konsekuensi bagi seorang pastor. Konsekuensinya adalah harus mampu mengetahui sekurang-kurangnya sedikit teori tentang konseling dan tindakan-tindakan praktis yang bisa dilakukan ketika berhadapan dengan orang lain. Salah satu konsekuensi dasar yang perlu dimiliki seorang pastor yang "menjadi konselor" yaitu kemampuan mendengarkan aktif ysng sudah dijelaskan sebelumnya. Pada bagian ini akan dijelaskan lagi konsekuensi lain yang dihadapi oleh seorang pastor.

Asas-asas konseling merupakan salah satu hal yang perlu dipahami dan dihayati oleh seorang pastor sebagai konselor. Ada 12 asas konseling yatiu[8]:

No

Asas

Tujuan

1

Kerahasiaan

Menjaga agar data atau keterangan yang diberikan oleh konseli tidak diketahui orang banyak.

2

Kesukarelaan

Agar konseli mengikuti bimbingan tidak dengan paksaan tapi dengan sukarela.

3

Keterbukaan

Agar konseli terbuka dan tidak berpura-pura menerima atau memberi informasi danmateri yang berguna bagi perkembangannya.

4

Kegiatan

Agar konseli berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan  pelayanan/kegiatan Bimbingan Konseling (BK).

5

Kemandirian

Agar konseli bisa mencapai pribadi yang mandiri.

6

Kekinian

Agar obyek sasaran layanan adalah permasalahan konseli dalam masa sekarang.

7

Kedinamisan

Agar konseli selalu memiliki keinginan untuk selalu maju dari waktu ke waktu.

8

Keterpaduan

Agar isi layanan BK antara guru pembimbing maupun pihak lain saling menunjang, harmonis, dan terpadukan.

9

Kenormatifan

Agar segenap layanan didasarkan pada nilai, norma-norma yang ada, agama, dan hukum.

10

Keahlian

Agar layanan BK atas dasar kaidah-kaidah profesional.

11

Alih tangan

Agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan BK segera mengalihkan ke pihak yang lebih ahli.

12

Tutwuri handayani

Agar layanan BK secara keseluruhandapat menciptakan suasana yang memberi rasa aman.

Asas-asas ini akan menjadi ukuran bagi seorang konselor (pastor) ketika berhadapan dengan seorang konseli. Tujuannya agar pastor selalu fokus pada tuntutan-tuntutan dan orientasinya sebagai konselor. Orientasi konselor merupakan konsekuensi lain yang perlu dimiliki oleh seorang pastor agar tujuan bimbingan dapat tercapai. Adapun orientasi seorang konselor yaitu: individual, perkembangan, dan kebutuhan atau masalah. Orientasi individual bertujuan agar individu (konseli) berkembang seutuhnya, seoprimal mungkin sebagai pribadi sesuai denga potensinya. Orientasi perkembangan bertujuan agar masing-masing konseli berkembang sesuai dengan tahap perkembangan pribadinya (tidak boleh melompati tahap perkembangannya karena akan sangat mempengaruhi tahap berikutnya. Orientasi kebutuhan atau masalah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam tahap perkembangan atau mengatasi masalah yang muncul pada tahap itu[9]. Pengetahuan akan teori konseling akan sangat membantu dalam mempraktekkan bimbingan bagi individu lain. Oleh karena itu, bagaimanapun juga seorang pastor perlu juga mengetahui hal sepert ini karena akan sangat mempengaruhi keberhasilan bimbingannya.

 

IV.        Penutup

Di atas sudah dijelaskan bahwa meskipun seorang pastor bukanlah seorang konselor, ia tetap memiliki tugas sebagai konselor. Ini merupkan konsekuensi dari profesinya. Memang bukanlah tugas utamanya tetapi untuk menjadi pembimbing (rohani atau non rohani) yang baik maka perlu melaksanakan tugas bimbingan dengan baik pula. Salah satu hal yang harus diusahakan adalah mempelajari dan menghayati cara-cara bersikap ketika berhadapan dengan seorang konseli. Dalam tulisan ini, penulis menekankan cara yang paling mendasar yang perlu dimiliki oleh seorang pastor dalam tugasnya sebagai "konselor" adalah kemampuan untuk mendengarkan aktif. Kemampuan ini juga mengandaikan kesabaran dan keterampilan. Kemampuan ini tidak serta merta dimiliki tetapi butuh usaha dan latihan. Kemampuan ini adalah suatu proses yang tidak mudah. Oleh karena itu, tugas pertama yang perlu diusahakan oleh seorang pastor sebelum menjalankan tugasnya sebagai seorang konselor adalah melatih diri untuk mendengarkan aktif.

 

 

V.           Sumber Bacaan:

1.      Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A.,  2009,

Hand Out Konseling, (unpublishing).

2.      Gary S. Belkin, 1976,

Counseling: Directions in Theory and Practice, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa.

3.      Pusat Bimbingan Stya Wacana, 1981,

Hubungan Dasar Antar Pribadi (HADAP), Pusat Bimbingan Kristen Satya Wacana, Salatiga.



[1] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Definisi Konseling menurut Smith, 1955 (Hand Out Konseling), 2009, 18.

[2] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Definisi Konseling menurut Blocher, 1974 (Hand Out Konseling), 2009, 18.

[3] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Tanggapan Yang Lebih Konstruktif Menurut Dr. Thomas Gordon  (Hand Out Konseling), 2009, 38.

[4] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Tanggapan Yang Lebih Konstruktif Menurut Dr. Thomas Gordon  (Hand Out Konseling), 2009, 39.

[5] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Tanggapan Yang Lebih Konstruktif Menurut Dr. Thomas Gordon  (Hand Out Konseling), 2009, 42.

[6] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Definisi Bimbingan menurut Sunaryo Kartadinata dkk, 2002:3, (Hand Out Konseling), 2009, 18.

[7] Gary S. Belkin, Counseling: Directions in Theory and Practice, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa 1976, 314.

[8] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Asaa-Asas Bimbingan, (Hand Out Konseling), 2009, 19.

[9] Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., Orientasi Pembimbing, (Hand Out Konseling), 2009, 9.