Sabtu, 30 November 2013

The Risk of Discipleship

Kemuridan adalah pekerjaan yang penuh risiko dan tidak selalu nyaman. Kita harus siap menanggung risiko dan ketidaknyamanan itu”-Roderick Strange (The Risk of Discipleship)



“Saya lebih suka Gereja yang memar, terluka dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan daripada Gereja yang sehat dan sibuk dengan keamanannya sendiri”-Paus Fransiskus (Kompas, Kamis, 28 November 2013)

Minggu, 24 Maret 2013

anging mammiri


Tenanglah, Aku ini, jangan takut!



     Menapaki jalan yang tidak tenar, tidak digemari dan justru dihindari kebanyakan orang seringkali membuatku   serasa berjalan di antara ombak lautan yang mengguncang hidupku. Angin yang tak pasti arahnya, gemuruh ombak yang lirih, hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang sum-sum, menyatu dan membuatku gentar untuk terus berjalan. Di tengah situasi seperti itu, aku teringat akan pengalaman Petrus yang pada awalnya memiliki keberanian untuk berjalan menapaki deruh ombak dan berjalan di atasnya. namun ketika angin mulai menggoncangnya, ia mulai merasa takut dan perlahan-lahan tenggelam. Pengalaman itu juga kadang menghantuiku. Akankah aku juga seperti Petrus, yang pada awalnya memiliki keberanian untuk menapaki gelombang kehidupan apapun tantangannya kini mulai merasa gentar, takut, dan perlahan-lahan tenggelam? Apakah keberanianku yang dulu tumbuh kini perlahan sirnah di tengah arus zaman yang makin maju, dan menawarkan banyak pilihan, kenikmatan, rasa aman dan tenang? Masa-masa krisis ini membuatku semakin berani untuk berpikir keras, berefleksi mendalam, dan menggali motivasi yang murni. Dalam permenungan itu, aku mendapat kekuatan dari pengalaman Petrus dan para Rasul. Ketika mereka ketakutan karena dihempaskan ombak yang tinggi, atau ketika Petrus ketakutan saat berjalan di atas air, Yesus datang dan bersabda, "Tenanglah, Aku ini, Jangan takut!" Sabda Yesus itu seakan ditujukan kepadaku yang juga seringkali merasa ketakutan dalam menapaki perjalanan hidup panggilanku. Sabda ini memberikan keberanian dalam diriku untuk terus melangkah setapak demi setapak hingga mencapai tujuan akhir, yakni tinggal bersama-Nya dalam kebahagiaan abadi.

Sabtu, 09 Februari 2013


BAB I
PENDAHULUAN



1.1        Latar Belakang
Salah satu hal yang menarik ketika membaca atau mendalami kisah hidup Yesus yang dilukiskan dalam injil adalah kehadiran murid-murid yang menyertai-Nya. Dalam masing-masing injil, para penulis injil melukiskan kehadiran para murid ini secara berbeda-beda. Meskipun demikian, kehadiran para murid ini memiliki pola yang sama, yakni inisiatif dari Yesus. Yesus menghendaki murid-murid maka Dia memanggil mereka dengan berbagai cara (bdk. Luk 5:1-11; 5:27-32; 9:56-62; Mrk 1:17; Mat 4:21). Tentu saja Yesus mempunyai maksud dan tujuan memanggil para murid dalam hidup dan karya-Nya mewartakan Kerajaan Allah. Salah satu tujuan Yesus yang sangat jelas dikisahkan dalam injil sinoptik ketika Ia memanggil murid-murid yang pertama adalah menjadikan mereka “penjala manusia” (bdk. Mrk 1:17; Mat 4:19; Luk 5:10b).
Ungkapan “menjala manusia” terdapat dalam kisah panggilan murid-murid pertama dalam ketiga injil sinoptik. Akan tetapi, masing-masing injil melukiskannya secara berbeda, terutama injil Lukas. Markus menempatkan panggilan para murid yang pertama di awal injilnya karena ia ingin menekankan kebersamaan Yesus dengan murid-murid-Nya. Matius menggambarkan kisah panggilan murid-murid pertama sangat mirip dengan Markus. Melalui pengisahan ini, Matius ingin menekankan daya tarik Yesus yang sangat luar biasa. Para murid tanpa pikir panjang dan tanpa persiapan langsung mengikuti Yesus karena mereka tertarik pada-Nya. Sedangkan Lukas melukiskan panggilan para murid itu secara lebih dramatis. Ia mendahului kisah itu dengan sebuah mukjizat karena ia ingin menekankan alasan para murid mengikuti Yesus[1]. Meskipun dilukiskan secara berbeda-beda, panggilan “menjala manusia” merupakan suatu cara yang digunakan oleh Yesus untuk menyatakan tugas baru yang akan diemban oleh para murid-Nya. Tugas baru itu adalah mewartakan injil dan memperkenalkan Yesus Kristus kepada semua orang agar semakin banyak orang yang mengenal dan percaya kepada-Nya. Oleh karena itu, para murid itu tidak akan menangkap dan mengumpulkan ikan lagi tetapi mengumpulkan dan membawa orang-orang kepada kehidupan bersama Yesus. Dengan demikian, tugas para murid sebagai “penjala manusia” adalah ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus, yakni mewartakan injil mulai dari lingkungan sekitar mereka (Yerusalem) sampai ke seluruh ujung bumi (bdk. Kis 1:8). Dengan kata lain, “menjala manusia” adalah suatu tugas misi yang harus dijalankan oleh murid-murid Yesus.
Selama kebersamaan-Nya dengan para murid, Yesus mempersiapkan dan mendidik para murid sebelum mengemban tugas misi yang tidak mudah itu (bdk. Luk 9:1-6; Mat 10:5-15; Mrk 6:6b-13). Ia juga sering menasihati para murid-Nya akan tugas yang kelak mereka lakukan (bdk. Mat 10:16-33; Mrk 13:9-13; Luk 12:2-9; 21:12-19). Pendidikan itu dilakukan oleh Yesus melalui sabda dan karya-Nya. Karya atau tindakan Yesus, Ia tunjukkan melalui berbagai mukjizat. Misalnya, menyembuhkan seorang yang sakit kusta (bdk. Luk 5:12-16); menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum (bdk. Luk 7:1-10); membangkitkan anak muda, putera seorang janda di Nain (bdk. Luk 7:11-17), dan sebagainya. Sedangkan melalui sabda atau kata-kata-Nya, setidaknya ada tiga tema utama yang diajarkan oleh Yesus, yakni persaudaraan, relasi-Nya dengan para murid-Nya, dan masalah mendasar atau akar masalah manusia[2].
Pertama, Yesus mengajarkan persaudaraan. Misalnya, nilai manusia, yakni kasih, belas kasih, praktik pelaksanaan apa yang telah diajarkan; kata-kata polemik melawan pemimpin Yahudi yang kurang manusiawi dan melawan mereka yang kekurangan iman (bdk. Luk 6:1-11); kata-kata mesianis dan radikal seperti khotbah di dataran (bdk. Luk 6:20-49). Kedua, Yesus mengajarkan pentingnya relasi antara Dia dan para murid-Nya untuk menumbuhkan rasa percaya. Keyakinan akan apa yang diwartakan merupakan kunci utama dalam karya misi Mesias. Ketiga, Yesus mendidik para murid-Nya melihat masalah mendasar atau akar masalah manusia. Misalnya, orang lumpuh yang disembuhkan (bdk. Luk 5:17-26). “Dosamu sudah diampuni” demikian kata Yesus kepada orang yang sakit itu. Berarti penyakit tidak sekadar hal fisik melainkan kompleks, berkenaan dengan masalah kemasyarkatan, masalah sikap manusia, dan sebagainya[3]
Akhirnya, sesaat sebelum kenaikan-Nya ke surga, Yesus memberikan pesan terakhir-Nya dan mengutus para murid-Nya untuk melaksanakan tugas yang sudah diungkapkan-Nya sejak panggilan pertama, yakni “menjala manusia” atau menjadi saksi Kristus di dunia (bdk. Luk 24:47-48; Mat 28:16-20; Mrk 16:9-20; Kis 1:8). Meskipun sudah sejak panggilan pertama, para murid diberi tugas “menjala manusia”, tugas misi itu barulah sungguh-sungguh diaksanakan oleh para murid setelah Yesus naik ke surga dan setelah Roh Kudus turun atas mereka. Para murid memulai karya misi mereka setelah Roh Kudus turun atas mereka, sebagaimana Yesus juga memulai perjalanan pewartaan-Nya dalam pimpinan Roh (bdk. Luk 4:1). Dalam hal ini, peranan Roh Kudus mendapat penekanan dalam karya misi seorang pewarta injil. Penulis injil Lukas dengan cukup terperinci melukiskan dalam Kisah Para Rasul karya-karya para murid dalam rangka mewujudkan panggilan mereka (bdk. Kis 3:1-26; 4:2.8-12; 5:12; 13:4-12; 28:30-31). Karya para murid itu diawali oleh khotbah Petrus di serambi Salomo (bdk. Kis 2:14-40) dan tersebar ke seluruh penjuru dunia melalui murid-murid yang lain.
Kalau melihat proses perutusan para murid, dapat disimpulkan bahwa awal proses itu adalah panggilan pertama di pantai danau Genesaret yang dilukiskan dalam injil sinoptik. Sejak panggilan itulah, dalam kebersamaan-Nya dengan para murid, Yesus mempersiapkan dan mendidik para murid-Nya melalui berbagai cara. Setelah menjalani persiapan selama kurang lebih tiga tahun, mereka diutus untuk melaksanakan panggilan yang sama sejak panggilan pertama, yakni “menjala manusia”. Tugas perutusan inilah yang mula-mula dimulai dari Yerusalem sampai ke ujung dunia (bdk. Luk 24:47; Kis 1:8).
Perutusan para murid “menjala manusia” rupanya tidak hanya terjadi pada zaman Gereja perdana atau zaman para Rasul, sekitar 2000 tahun yang lalu, tetapi pada saat ini pun perutusan itu masih dibutuhkan. Memang konteks zaman Gereja perdana jauh berbeda dengan konteks para murid (“kita”) saat ini tetapi tugas yang diemban tetap sama. Tugas itu adalah “menjala manusia” atau menjadi pewarta injil dan saksi Kristus untuk memperkenalkan dan membawa sebanyak mungkin orang kepada kehidupan bersama Yesus Kristus. Untuk itulah Konsili Vatikan II kembali menekankan tugas wajib umat Kristen sebagai pewarta injil (bdk. AG art. 6-7). Dengan pewartaan ini diharapkan cahaya Kristus dapat menyinari semua orang dari segala penjuru dunia (bdk. LG 1).
Situasi zaman yang berbeda menjadi tantangan bagi para murid Yesus saat ini untuk bersaksi mewartakan injil bagi setiap orang. Situasi zaman yang secara khusus akan dibahas dalam karya tulis ini adalah situasi pluralitas agama. Pluralitas agama merupakan sebuah situasi yang menggambarkan keberagaman keyakinan yang kadang menyulitkan karya misi “menjala manusia” saat ini. Meskipun demikian, misi “menjala manusia” atau mewartakan injil dan membawa manusia kepada kehidupan bersama Yesus harus tetap dilakukan. Inilah yang akan dijelaskan dalam tulisan ini. Untuk maksud itulah, penulis memilih judul Panggilan “Menjala manusia” Dalam Konteks Pluralitas Agama. Dengan kata lain, “menjala manusia” merupakan panggilan setiap murid Kristus dan oleh karena itu harus dihidupi dalam segala situasi termasuk dalam situasi keberagaman agama. Akan tetapi, melihat situasi pluralitas agama yang riil ini, diperlukan suatu sikap atau cara “menjala manusia” yang baik sehingga melaluinya orang dapat menemukan kehidupan serta mengenal dan mengimani Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat.
Yesus, melalui sabda dan karya-Nya, telah menunjukkan diri-Nya sebagai Pewarta Sejati Injil Kerajaan Allah selama hidup-Nya di dunia. Dia telah berhasil mengajar dengan penuh wibawa dan kuasa (bdk. Luk 4:32) sehingga banyak orang datang kepada-Nya untuk mendengarkan firman-Nya dan mengikuti-Nya. Oleh karena itu, setiap murid Yesus yang juga merupakan pewarta injil (“penjala manusia”) hendaknya belajar pada Yesus dalam mewartakan injil (“menjala manusia”). Salah satu sumber yang sangat baik untuk mengenal dan mempelajari cara Yesus mewartakan injil (“menjala manusia”) adalah teks Luk 5:1-11. Oleh karena itu, pembahasan judul tulisan di atas akan ditinjau dari teks Luk 5:1-11, terutama untuk menemukan makna ungkapan “menjala manusia”.

1.2        Lingkup Penulisan
Dalam karya tulis ini, penulis akan membatasi pembahasan pada kisah panggilan murid-murid pertama yang merupakan awal dari proses perutusan para murid Yesus.  Kisah panggilan murid pertama yang akan dibahas yaitu kisah menurut injil Lukas (Luk 5:1-11). Dalam pembahasan itu, penulis akan mencoba menafsirkan perikop Luk 5:1-11 untuk menemukan makna ungkapan “menjala manusia”. Untuk mendukung penafsiran perikop itu, penulis akan membahas latar belakang, hubungan dengan bagian-bagian maupun keseluruhan injil Lukas (konteks dekat dan konteks jauh) serta hubungan perikop itu dengan “kisah yang mirip” yang terdapat dalam injil Matius dan Markus.
Selain itu, penulis akan mencoba melihat relevansi panggilan misi itu dalam konteks pluralitas agama saat ini. Pada bagian ini, penulis akan mencoba merefleksikan makna panggilan karya misi dalam Luk 5:1-11 dalam situasi yang riil saat ini. Sejauh mana panggilan itu dapat dihayati dan diwujudkan oleh murid-murid Yesus saat ini serta bagaimana usaha mewujudkan misi “menjala manusia” dengan baik sesuai dengan konteks saat ini tanpa melupakan tujuan yang hendak dicapai? Kiranya itulah pertanyaan yang akan menjadi acuan pada bagian ini. Akan tetapi, ungkapan dan perwujudan karya misi itu tentu saja harus berdasar pada cara bermisi Yesus Kristus yang telah Ia tunjukkan dalam hidup-Nya di dunia ini. Akhirnya, karya tulis ini akan ditutup dengan sebuah kesimpulan bahwa panggilan Yesus untuk “menjala manusia” tidak hanya secara eksplisit berlaku bagi ke-12 murid Yesus atau hanya bagi Petrus dan murid-murid pertama lainnya tetapi juga berlaku bagi semua murid-Nya dalam segala zaman.

1.3        Tujuan Penulisan
Dengan membaca latar belakang dan alasan pemilihan judul sebenarnya sudah tersingkap tujuan penulisan karya tulis ini. Akan tetapi, agar lebih jelas dan terarah maka penulis ingin memaparkan beberapa tujuan penulisan karya tulis ini.
Pertama, penulis ingin menjelaskan maksud ungkapan “menjala manusia” dalam kisah panggilan para murid pertama menurut injil Lukas. “Menjala manusia” merupakan tujuan panggilan para murid Yesus. Akan tetapi, untuk memahami maksud panggilan itu serta bagaimana hal itu dilaksanakan oleh para murid dibutuhkan sejumlah penjelasan yang memadai. Oleh karena itu, penulis bermaskud mencari berbagai sumber atau bahan bacaan untuk menjelaskan maksud panggilan itu serta cara mewujudkannya dalam kehidupan saat ini.
Kedua, dengan memilih Kitab Suci sebagai sumber utama karya tulis ini, penulis bermaksud untuk semakin mengenal Kitab Suci sebagai buku iman yang mengantar pada pengenalan akan Allah. Allah memang hadir dalam segala sesuatu tetapi dalam tradisi keselamatan, kehadiran Allah sangat nyata dalam Kitab Suci melalui berbagai peristiwa iman. Oleh karena itu, penulis ingin menangkap kehadiran Allah serta maksud panggilan-Nya dalam kisah panggilan murid-murid pertama dan merefleksikannya dalam konteks zaman ini.
Ketiga, penulis merasa bahwa perwujudan panggilan “menjala manusia” saat ini kurang bergema. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut salah satunya, yang penulis amati, adalah situasi keberagaman iman atau keyakinan. Situasi ini seringkali membuat para murid Yesus yang dipanggil untuk “menjala manusia” merasa tidak berdaya melaksanakan tugas panggilannya karena berpandangan bahwa rupanya Allah bisa diimani dengan berbagai cara. Dengan demikian, tidak sedikit orang berpandangan bahwa tidak ada gunanya lagi memeperkenalkan Kristus kepada orang lain atau mengajak mereka untuk beriman kepada Kristus kalau orang berkeyakinan atau beragama lain pun bisa beriman kepada Allah dan mungkin memperoleh keselamatan. Bahkan kadang kita berpikir bahwa misi kita hanya mengganggu kerukunan umat beragama. Pandangan seperti ini mengakibatkan pewujudan tugas panggilan untuk memperkenalkan Kristus kepada setiap orang sulit dijalankan. Berdasarkan kenyataan itu, penulis ingin mencoba mendalami panggilan setiap murid Kristus dengan mengulas kisah panggilan murid-murid pertama menurut injil Lukas. Kiranya dengan membahas tema ini, penulis dapat menemukan makna panggilan setiap murid Kristus yang merupakan esensi dari setiap panggilan kemuridan. Selain itu, melalui pemahaman makna panggilan itu yang dihubungkan dengan situasi yang menantang zaman ini, penulis akan mencoba mencari beberapa metode pewartaan (misi) injil Yesus Kristus kepada semua orang sehingga Kristus bisa dikenal oleh semua orang. Dengan demikian, tugas dan kewajiban setiap murid Kristus untuk mewartakan injil dan memperkenalkan Kristus dapat diwujudkan tanpa ketakutan dan keraguan kendatipun dalam situasi yang sulit dan menantang.
Keempat, sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Fakultas Teologi Wedabhakti, penulis merasa berhak dan wajib membuat suatu karya tulis sebagai syarat mencapai gelar sarjana strata satu (S1). Oleh karena itu, penulis mempersembahkan karya tulis ini untuk memenuhi hak dan kewajiban penulis sebagai mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma.

1.4        Metode Penulisan
Dalam mengolah karya tulis ini penulis menggunakan metode penelitian pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku atau artikel-artikel yang berkaitan dengan tema. Penelitian kepustakaan ini pertama-tama menyangkut analisa teks yang menjadi tema dalam karya tulis ini. Penganalisaan teks akan dilakukan dengan metode tafsir atas teks Luk 5:1-11 untuk menemukan maksud dari teks tersebut terutama ungkapan “menjala manusia”. Setelah menemukan maksud teks tersebut, penulis akan mencoba melihat relevansinya dalam konteks saat ini. Konteks yang dimaksud adalah pluralitas agama yang menjadi realitas kehidupan kita saat ini. Inilah dua hal yang akan menjadi sasaran dan tujuan penelitian kepustakaan penulis dalam menyusun karya tulis ini.

1.5        Sistematika Penulisan
Penulis akan membahas karya tulis ini dalam 5 bab yaitu pendahuluan, latar belakang Luk 5:1-11, ulasan kisah panggilan murid pertama menurut injil Luk 5:1-11, refleksi panggilan “menjala manusia” dalam konteks pluralitas agama, dan terakhir penutup.
Dalam bab I penulis akan membahas latar belakang masalah, lingkup penulisan, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Dalam bab II penulis akan membahas latar belakang teks Luk 5:1-11, tempat Luk 5:1-11 dalam kerangka injil Lukas, serta hubungan kisah Luk 5:1-11 dengan “kisah yang mirip” dalam injil sinoptik.
Dalam bab III penulis akan membahas secara khusus makna panggilan “menjala manusia”. Pada bagian ini teks Luk 5:1-11 akan dianalisa dari bagian per bagian untuk menemukan makna dan tujuan panggilan “menjala manusia”. selain itu penulis juga akan menuliskan beberapa refleksi atas Luk 5:1-11.
Dalam bab IV akan dibahas refleksi dan usaha mewujudkan panggilan “menjala manusia” dalam konteks pluralitas agama saat ini. Dalam hal ini, realitas pluralitas agama menjadi locus pewartaan “menjala manusia”.
Akhirnya, pada bab V penulis akan menutup karya tulis ini dengan sebauh kesimpulan yang merupakan bagian penutup dari seluruh isi karya tulis ini.


[1] Dianne Bergant, CSA & Robert J. Karris, OFM (eds.), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,  Kanisius, Yogyakarta 2002, 20-30.
[2] Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan: Membaca dan Merenungkan Injil Lukas, Ledalero, Maumere 2003, 82-83.
[3] Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan: Membaca dan Merenungkan Injil Lukas, 82-83.

MEMAHAMI LATAR BELAKANG LUKAS 5:1-11


BAB II
MEMAHAMI LATAR BELAKANG LUKAS 5:1-11



2.1        Pengantar
Kisah “Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia” (bdk. Luk 5:1-11) adalah salah satu kisah yang terdapat dalam injil Lukas. Maka, kisah ini tidak bisa dilepaskan dari injil Lukas secara keseluruhan. Bagaimanapun, penempatan kisah ini dalam injil Lukas mempunyai maksud tertentu dan maksud itu tidak mungkin terpisah begitu saja dari maksud teologi injil Lukas. Pemahaman kisah ini harus ditempatkan dalam kerangka injil Lukas secara keseluruhan. Dalam hal ini, kita perlu membahas sedikit tentang injil Lukas, terutama maksud dan tujuan penulisannya sebab pembahasan itu akan membantu kita memahami makna yang terkandung dalam teks Luk 5:1-11.
Oleh karena itu, sebelum membahas makna teks Luk 5:1-11, terlebih dahulu kita akan melihat sekilas tentang injil Lukas, tempat Luk 5:1-11 dalam struktur injil Lukas, dan hubungan teks itu dengan teks “yang mirip” dalam injil sinoptik. Tiga hal ini akan menjadi pembahasan pada bab II ini sekaligus menjadi latar belakang pemahaman kita dalam menafsirkan dan memahami makna teks Luk 5:1-11 (bab III).


2.2        Sekilas Tentang Injil Lukas
Injil Lukas merupakan salah satu injil yang diterima oleh Gereja sebagai injil Kanonik dalam konsili Florence (1441)[1]. Injil ini merupakan injil ketiga dari empat injil yang ada di dalam Kitab Suci yang kita kenal saat ini. Bila dibandingkan dengan injil lainnya berdasarkan tahun penyusunannya maka Injil Lukas berada pada urutan ketiga, yakni ditulis sekitar tahun 80-an sedangkan injil Markus ditulis sekitar tahun 60-70, injil Matius sekitar tahun 70-75, dan injil Yohanes sekitar tahun 100[2]. Injil Lukas dikenal juga sebagai injil sinoptik sebab persamaan dan perbedaan injil ini dari injil Matius dan Markus (injil-injil sinoptik) dapat langsung dilihat ketika ditempatkan bersama dalam kolom-kolom yang paralel. Untuk memperdalam pemahaman kita akan Injil Lukas, berikut ini akan dibahas sekilas tentang penulis, sasaran dan tujuan, serta persoalan teologis injil Lukas.

2.2.1  Penulis Injil Lukas
Sulit menentukan siapakah penulis injil Lukas karena tidak ada satu tulisan pun dalam injil Lukas yang mengungkapkan identitas penulisnya. Dari tulisan dalam injil Lukas, hanya dapat diketahui bahwa penulisnya bukan seorang saksi mata karya pelayanan Yesus karena menggantungkan tulisannya pada tulisan-tulisan para pendahulunya (bdk. Luk 1:2)[3]. Meskipun injil Lukas tidak menyatakan penulisnya secara eksplisit, Tradisi Gereja meyakini bahwa penulisnya adalah Lukas, seorang Siria dari Antiokhia yang beberapa kali disebut dalam Perjanjian Baru dan merupakan teman seperjalanan Paulus (bdk. Kol 4:11-14; Kis 16:10-17: 20:5-15; 21:1-8)[4].
Identifikasi Lukas sebagai penulis injil ketiga terdapat dalam Papirus 75 (P75) yang ditemukan di Pabau, Mesir, dalam tulisan Ireneus, dan dalam kanon Muratori. Pada akhir injil dalam Papirus 75 (P75) terdapat judul “Injil menurut Lukas”. Papirus ini berasal dari abad II antara tahun 175-225[5]. Dalam kanon Muratori (170-180) ditulis bahwa injil ketiga ditulis oleh Lukas. Sementara itu, Ireneus (akhir abad II) menyatakan bahwa Lukas, tabib dan rekan kerja Paulus menuliskan sebuah buku injil yang diwartakan oleh Paulus[6]. Oleh karena itu, sampai saat ini injil ketiga ini disebut sebagai injil Lukas yang artinya injil yang ditulis oleh Lukas.

2.2.2  Sasaran dan Tujuan Injil Lukas
Sasaran dan tujuan penyusunan injil Lukas diungkapkan oleh penulisnya pada bagian prolog (bdk. Luk 1:1-4). Dalam prolog itu tampak bahwa injil itu ditujukan kepada seorang yang bernama Teofilus[7] yang tampaknya seorang tokoh. Ia menulis injil itu supaya Teofilus dapat mengetahui jaminan (kebenaran) atas apa saja (tentang peristiwa-peristiwa Yesus) yang telah diajarkan kepadanya. Jaminan (asphaleia) sering dipahami sebagai jaminan historis, tetapi jaminan itu harus dipahami secara lebih luas karena perspektif injil Lukas lebih luas daripada sekadar persoalan-persoalan historisitas[8].
Dari penjelasan prolog injil Lukas ini, dapat diketahui bahwa sasaran atau jemaat yang dituju injil Lukas adalah Teofilus dan mungkin juga komunitasnya[9]. Sementara itu, tujuan injil Lukas adalah meyakinkan Teofilus (dan komunitasnya) bahwa apa yang sudah dan sedang diajarkan dan dipraktekkan oleh para saksi mata dan pelayan Firman saat itu berakar pada periode Yesus. Selain itu, injil Lukas juga bertujuan untuk meneguhkan Teofilus (dan komunitasnya) dalam kesetiaan akan ajaran dan praktek para murid Yesus tersebut. Dengan demikian, jaminan yang diberikan merupakan jaminan doktrinal atau didaktik (pengajaran): untuk menjelaskan bagaimana keselamatan Allah yang pada awalnya ditawarkan kepada bangsa Israel dalam misi dan pribadi Yesus dari Nazaret, sudah tersebar sebagai sabda Allah kepada bangsa-bangsa lain (kafir) sampai ke ujung dunia[10].

2.2.3  Pokok Persoalan Teologis Injil Lukas
Dalam menyusun injilnya, Lukas menghadapi suatu persoalan yang harus ia jawab agar tujuan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh para pembacanya. Persoalan ini merupakan persoalan teologis injil Lukas. Menurut Fitzmyer, tujuan atau maksud penulisan injil Lukas berhubungan erat dengan uraian teologinya[11]. Oleh karena itu, persoalan teologi injil Lukas juga harus dilihat dalam hubungannya dengan maksud atau tujuan penulisannya (bdk. Luk 1:1-4).
Pada bagian sebelumnya (2.2.2) telah diuraikan maksud penulisan injil Lukas, yakni untuk meyakinkan Teofilus (dan komunitasnya) bahwa apa yang mereka dengar selama ini tentang peristiwa Yesus dari para saksi mata dan pelayan Firman benar adanya (bdk. Luk 1:1-4). Dengan demikian, dapat dilihat bahwa persoalan teologi Lukas adalah bagaimana ia menjelaskan injilnya agar dapat meyakinkan para pembacanya (non-Yahudi) tentang peristiwa Yesus yang selama ini telah mereka terima. Selain itu, ia juga menghadapi persoalan lain, yakni bagaimana meyakinkan bahwa keselamatan yang selama ini ditawarkan kepada bangsa Israel dalam misi pribadi Yesus dari Nazaret kini telah ditawarkan pula kepada bangsa lain sampai ke ujung dunia[12].
Menghadapi kedua persoalan ini, Lukas menyelidiki segala peristiwa itu dengan saksama dari asal mulanya serta membukukannya secara teratur (bdk. Luk 1:1-4). Teratur yang dimaksud dalam hal ini tidak berarti secara kronologis tetapi mungkin secara geografis atau lebih pada secara teratur mengikuti suatu rencana yang bersifat teologis sesuai dengan sejarah keselamatan yang berurutan[13]. Demikianlah Lukas berusaha meyakinkan para pembacanya tentang kebenaran berita atau peristiwa tentang Yesus yang selama ini telah mereka terima. Dengan kata lain, Lukas berusaha agar dengan membaca tulisannya, para pembacanya semakin menyandarkan diri atau semakin meyakini misteri keselamatan Allah[14].
Sementara itu, untuk meyakinkan bahwa keselamatan tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang Israel saja tetapi juga bagi bangsa-bangsa lain, Lukas berusaha menampilkan dalam injilnya universalitas keselamatan[15]. Hal ini tampak dalam silsilah Yesus yang tidak hanya sebagai keturunan Daud dan Abraham tetapi keturunan Adam dan Allah (bdk. Luk 3:38)[16] serta dalam beberapa kisahnya tentang Yesus yang berkarya bagi bangsa-bangsa di luar bangsa Israel. Misalnya, ia mengisahkan isi pewartaan Yesus yang tidak hanya diperuntukkan bagi bangsa Israel tetapi juga bagi semua orang (bdk. Luk 4:18-19), serta menampilkan awal pewartaan Yesus di depan bangsa-Nya yang gagal akibat penolakan bangsa-Nya (Israel) sendiri (bdk. Luk 4:29). Penolakan ini justru berdampak positif bagi bangsa-bangsa lain sebab keselamatan kini terbuka juga bagi mereka. Selain itu, Lukas juga mengisahkan kisah yang menampilkan bangsa lain yang lebih baik daripada bangsa Israel sendiri, yakni kisah tentang orang Samaria yang baik hati (bdk. Luk 10:25-37); atau kisah Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta yang salah seorang di antara mereka adalah seorang Samaria (bdk. Luk 17:14-19). Bahkan, di akhir kisahnya, Lukas dengan jelas menampilkan Yesus yang berpesan kepada para murid-Nya bahwa dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa (bukan hanya bagi orang Israel) mulai dari Yerusalem (bdk. Luk 24:47). Inilah dua persoalan yang dihadapi Lukas dalam menyusun injilnya kepada bangsa-bangsa non-Yahudi.

2.3        Lukas 5:1-11 Dalam Struktur Injil Lukas
Menurut Fitzmyer, kerangka umum struktur injil Lukas terdiri atas delapan bagian, antara lain[17]:
a         Prolog (1:1-4)
b        Narasi Kanak-kanak Yesus (1:5-2:52)
c         Persiapan Pelayanan Publik Yesus (3:1-4:13)
d        Pelayanan Yesus di Galilea (4:14-9:50)
e         Kisah Perjalanan, Perjalanan Yesus ke Yerusalem (9:51-19:27)
f         Pelayanan Yesus di Yerusalem (19:28-21:38)
g        Narasi Kisah Sengsara (22:1-23:56a)
h        Narasi Kebangkitan (23:56b-24:53)
Kedelapan bagian inilah yang diolah oleh Lukas sehingga tersusun sebuah injil yang mengisahkan kisah Yesus, sejak masa kanak-kanak-Nya hingga kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Dalam struktur injil Lukas ini, Luk 5:1-11 berada pada bagian keempat (d), yakni bagian pelayanan Yesus di Galilea. Konteks jauh kisah ini adalah seluruh pelayanan Yesus di Galilea menuju Yerusalem, sementara konteks dekatnya adalah kisah pengajaran dan pemanggilan Yesus terhadap Simon dan teman-temannya di pantai danau Genesaret. Maka, kisah Luk 5:1-11 juga harus dipahami dalam konteks pelayanan Yesus di Galilea.
Ciri khas pelayanan Yesus di Galilea adalah pewartaan dan tindakan pewartaan-Nya yang menakjubkan banyak orang. Sejak awal penampilan-Nya di depan umum, Yesus selalu tampil mewartakan injil Kerajaan Allah dan pewartaan Yesus itu selalu menakjubkan banyak orang. Ketika Yesus menyatakan tugas perutusan-Nya dan mengajar orang dalam rumah ibadat, semua orang membenarkan-Nya dan heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya (bdk. Luk 4:20-22). Begitu pula yang terjadi ketika Ia mengajar dan mengusir roh jahat di dalam rumah ibadat di Kapernaum, semua orang takjub sehingga menyebarkan berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu (bdk Luk. 4:31-37). Dalam kisah Lukas 5:1-11 yang akan dibahas secara khusus dalam tulisan ini juga dilukiskan bahwa Simon dan semua orang takjub menyaksikan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus[18]. Alasan utama orang banyak merasa takjub dan heran akan pewartaan Yesus adalah isi pewartaan atau perkataan Yesus serta cara-Nya mengajar/mewartakan penuh wibawa dan kuasa (bdk. Luk 4:31-37).
Pada penampilan pertama-Nya di depan umum, Yesus tampil menyatakan diri-Nya sebagai Pewarta Injil Kerajaan Allah dan diutus untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (bdk. Luk 4:18-19.21). Itulah maksud dan tujuan perutusan Yesus ke dalam dunia.
 Identitas Yesus sebagai Pewarta injil juga dihadirkan dalam Luk 5:1-11, yakni mengajar orang banyak dari atas perahu Simon (ay. 1-3) serta melakukan mukjizat bagi para nelayan (ay. 4-7). Kendatipun demikian, penampilan Yesus pada kisah ini berbeda dengan kisah-kisah sebelumnya. Kisah-kisah sebelumnya menunjukkan pelayanan yang dilakukan oleh Yesus seorang diri dan selalu berlangsung dalam rumah ibadat (bdk. Luk 4:15-16.38.44). Akan tetapi, pada kisah ini Yesus ditampilkan mengajar di pantai Genesaret, memanggil Simon dan teman-temannya, serta menjanjikan tugas baru kepada Simon, yakni “menjala manusia”. Tugas inilah yang akan menjadi panggilan hidup Simon dan teman-temannya.
Meskipun istilah “menjala manusia” dalam Luk 5:1-11 yang menjadi misi para murid menimbulkan pertanyaan tentang makna dan hubungannya dengan misi Yesus (bdk. Luk 4:18-19.43) (yang menggunakan istilah yang berbeda), misi para murid harus ditempatkan dalam misi Yesus. Para murid hanya ambil bagian dalam misi Yesus di dunia ini. Istilah yang digunakan oleh Yesus dalam konteks Luk 5:1-11 menegaskan bahwa Ia adalah seorang Pewarta injil yang peka terhadap situasi pendengar-Nya. Selain itu, hal itu juga menunjukkan bahwa Yesus memanggil Simon dengan menggunakan “bahasa” Simon, yakni bahasa seorang nelayan. Melalui cara demikian, Ia mau menjelaskan bahwa kepada Simon diberikan tugas dan janji bahwa ia akan membawa banyak orang kepada Allah melalui Yesus sebagai jalannya[19].
Bila diamati dalam keseluruhan konteks pelayanan di Galilea, penampilan Yesus (kembali) di Galilea pada Luk 5:1-11 memunculkan pertanyaan karena pada bagian sebelumnya diungkapkan bahwa Yesus memberitakan injil dalam rumah-rumah ibadat di “Yudea” (bdk. Luk 4:44). Apakah Yesus pergi ke Yudea lalu kembali ke Galilea? Lukas konsisten menampilkan injilnya tentang kisah pelayanan Yesus yang dimulai dari Nazaret dan berakhir di Yerusalem. Ia menyusun injilnya dengan membentuk suatu kisah tentang Yesus yang seakan-akan terjadi secara berurutan mulai dari Nazaret dan berakhir di Yerusalem. Ia melukiskannya secara linear dan terjadi dalam perjalanan. Oleh karena itu, injil Lukas sering pula dianggap sebagai injil perjalanan[20]. Rangkaian seperti itu menggambarkan bahwa Lukas dengan sengaja menyusun kisah Yesus sedemikian rupa sehingga maksud dan tujuan Lukas dapat tercapai (bdk. Luk 24:47). Tampaknya dalam konteks ini, Lukas memaksudkan “Yudea” untuk seluruh tanah Yahudi bukan Yudea, bagian selatan Israel. Lukas memang kadang memaksudkan “Yudea” untuk seluruh tanah Yahudi (bdk. Luk 1:5; 6:17; 7:17; 23:5, dan Kis 10:37) tetapi kadang pula dimaksudkan hanya bagian selatan tanah Yahudi saja (bdk. Luk 1:65; 2:4; 3:1; 5:17; 21:21)[21]. Dengan demikian, penampilan Yesus di pantai Genesaret dalam Luk 5:1-11 dapat dipahami berdasarkan latar belakang pemahaman Lukas atas “Yudea”.
Bagian Luk 5:1-11 dan bagian berikutnya mempersiapkan beberapa karya pelayanan Yesus yang akhirnya berkembang, yakni pengajaran dan penyembuhan-Nya. Kisah mukjizat dalam Luk 5:1-11 menyimbolkan keberhasilan dalam karya pewartaan di kemudian hari. Selain itu, bagian yang menceritakan janji kepada Simon juga memberi tanda pemilihan 12 murid (bdk. Luk 6:12-16), yang mana Simon akan menjadi pemimpin atau ketua para murid[22]. Peranan kisah ini mungkin menjadi alasan Lukas menempatkannya pada bagian awal kisah pelayanan Yesus.
Kisah Luk 5:1-11 yang menggambarkan kehadiran para murid tampaknya juga sengaja ditempatkan Lukas pada awal pelayanan Yesus dengan maksud menjadi awal perjumpaan dan persahabatan Yesus dengan para murid-Nya. Dengan demikian, para murid juga dapat menemani Yesus dalam karya pelayanan-Nya: mendengarkan ajaran (bdk. Luk 6:20-49; 12:1-12), perumpamaan (bdk. Luk 5:36-39), dan pesan-pesan-Nya (bdk. Luk 9:3-5; 10:1-12), menyaksikan mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh-Nya (bdk. Luk 5:17-26), dan menangkap inti karya misi-Nya yang sesungguhnya sehingga mereka dapat menjadi saksi Yesus yang sungguh-sungguh tangguh dan dapat dipercaya baik oleh orang Yahudi maupun non-Yahudi. Oleh karena itu, bagi para murid kebersamaan dengan Yesus sejak awal di Galilea (bdk. Luk 5:1-11) hingga akhir karya-Nya di Yerusalem menjadi masa persiapan atau pendidikan menjadi pewarta injil dan saksi Yesus mulai dari Yerusalem sampai ke ujung dunia (bdk. Luk 9:1-6; 24:47). Dalam proses kebersamaan itu, para murid diajak untuk sehati-sepikir dengan Yesus. Singkatnya, para murid harus menyamakan visi mereka dengan visi Yesus[23]. Itulah panggilan hidup para murid dalam kebersamaannya dengan Yesus. Kiranya latar belakang pemahaman ini menjadi alasan bagi Lukas menempatkan kisah Luk 5:1-11 pada bagian awal karya pelayanan Yesus dalam kerangka injilnya.




2.4        Hubungan Luk 5:1-11 dengan “Kisah Yang Mirip” Dalam Injil Sinoptik
Luk 5:1-11 tampaknya memiliki “kisah yang mirip” dalam injil sinoptik, yakni Mrk 1:16-20 dan Mat 4:18-22. Adanya “kisah yang mirip” dalam injil sinoptik memberikan asumsi bahwa ada persoalan sinoptik yang bisa dibahas dari kisah ini, yang bisa memberikan masukan untuk memahami makna kisah tersebut. Akan tetapi, kalau kisah-kisah itu ditempatkan dalam kolom yang sejajar dan dihubungkan dengan pengertian sinoptik[24] maka asumsi itu akan berubah. Antara kisah Luk 5:1-11 dengan kisah dalam injil sinoptik lainnya (bdk. Mrk 1:16-20 dan Mat 4:18-22) tidak memiliki kesamaan dalam hal isi, susunan, dan bahasa[25]. Fitzmyer mengungkapkan bahwa dalam menyusun kisah itu, Lukas memang menggunakan materi Markus tetapi ia tidak bergantung padanya dan telah melakukan perubahan dan peredaksian serta menggabungkannya dengan sumber yang lain (L) (Luk 5:1-3 disadur dari Mrk 4:1-2 dan Luk 5:9b-11 disadur dari Mrk 1:16-20, khususnya ay. 17c, 19, dan 20)[26]. Peredaksian itu menyebabkan kaburnya kesamaan dalam isi, susunan, dan bahasa antara kisah Lukas dengan Markus (dan Matius). Oleh karena itu, hubungan Luk 5:1-11 dengan Mrk 1:16-20 bukanlah kisah yang paralel yang bisa dicari persoalan sinoptiknya.
Peredaksian yang dilakukan oleh Lukas atas Mrk 1:16-20 dalam menyusun Luk 5:1-11 tentu saja memiliki maksud tertentu. Dengan mengubah kerangka Markus, Lukas sudah menghilangkan ketertarikan para murid mengikuti Yesus yang sulit diterima secara akal sehat dalam kisah Markus (bdk. Mrk 1:17-20). Dalam konteks injil Lukas, Yesus sudah terlihat berkhotbah dan menyembuhkan, dan Simon (sekurang-kurangnya) sudah menyaksikan tindakan Yesus yang menakjubkan (bdk. Luk 4:38-39). Oleh karena itu, bagian pendahuluan Lukas yang menampilkan Yesus di depan umum seorang diri menempatkan panggilan Simon, penjala ikan menjadi masuk akal sekurang-kurangnya dapat diterima secara psikologis[27].
Perubahan yang dilakukan oleh Lukas atas materi Markus menimbulkan 3 perbedaan utama yang menyulitkan penempatan kisah Lukas dan Markus secara paralel. Dalam kisahnya, Lukas menggambarkan[28]:
a         Yesus tidak semata-mata melintas, tetapi Dia mengajar dari atas perahu Simon kepada orang banyak di pantai (bdk. Luk 5:1-3). Sementara dalam Markus, Yesus hanya melintasi pantai lalu memanggil para murid (bdk. Mrk 1:16-17).
b        Simon menebarkan jala karena diminta Yesus sehingga ia mendapatkan mukjizat: ia menangkap ikan yang sangat banyak (bdk. Luk 5:4-7).
c         Yesus menjanjikan Simon sebuah karier baru, sehingga Simon dan teman-temannya meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus (bdk. Luk 5:8-11). Janji dalam kisah Lukas ini sudah sangat berbeda dengan janji dalam kisah Markus.
Francois Bovon  mengungkapkan bahwa kisah panggilan dalam Lukas lebih dari sekadar mengerjakan ulang Mrk 1:16-20, meskipun masih menggunakan beberapa detail dalam kisah Markus. Ia menyimpulkan bahwa kerangka Luk 5:1-11 dibentuk dari bebagai bagian dalam Injil Markus[29]. Lebih jauh lagi Fitzmyer secara detail membagi kisah Luk 5:1-11 berdasarkan sumbernya. Menurutnya, Luk 5 ayat 1-3 diambil dari Mrk 4:1-2 dan ayat 9b-11 dari Mrk 1:16-20 (khususnya ay. 17c, 19, dan 20). Sementara bagian mukjizat penangkapan ikan (ay. 4-9a) berasal dari sumber khas Lukas (L) [30]. Jadi, seluruh bagian ini disusun oleh Lukas melalui proses perubahan dan peredaksian materi Markus dan materi yang lain dari sumber khas Lukas (L). Ia menggabungkan kedua sumber itu dan membentuk kisah panggilan yang sungguh khas Lukas.
Kalau diperhatikan secara detail, Luk 5:1-11 jauh lebih mirip dengan Yoh 21:1-11 daripada Mrk 1:16-20 (dan Mat 4:18-22). R.E. Brown menetapkan 10 kemiripan antara kisah Lukas dan Yohanes[31]:
1        Para murid yang menjala sepanjang malam tidak mendapatkan apa-apa.
2        Yesus memerintahkan para murid menebarkan jala untuk menangkap ikan.
3        Perintah itu menghasilkan tangkapan ikan dengan jumlah yang luar biasa.
4        Tangkapan itu memberikan efek pada jala.
5        Simon Petrus memberikan reaksi atas mukjizat penangkapan ikan itu.
6        Yesus dipanggil sebagai “Tuhan”.
7        Penjala-penjala yang lain turut ambil bagian dalam penangkapan itu tetapi tidak mengatakan apa-apa.
8        Peristiwa mengikuti Yesus terjadi pada bagian akhir kisah (bdk. Yoh 21:19.22).
9        Jumlah ikan yang banyak menyimbolkan keberhasilan karya misi (khususnya dalam Lukas).
10    Kata-kata yang sama digunakan, misalnya: “naik”, “turun”, “jala”, dst, mungkin suatu kebetulan tetapi penggunaan “Simon Petrus” (Luk 5:8 dan Yoh 21:7) bukanlah suatu kebetulan karena hanya terjadi pada kisah ini dalam injil Lukas.
Bahkan, seseorang bisa juga menambahkan yang ke-11, yakni: Tidak adanya nama Andreas yang disebutkan dalam kisah itu (bdk. Mrk 1:16)[32].
Sementara itu, Plummer menyebutkan 7 perbedaan dari kedua kisah itu, antara lain[33]:
1        Dalam Yohanes, Yesus tidak dikenal sejak pertama kali; dalam Lukas, Yesus langsung dikenal datang mendekat (di pantai).
2        Dalam Yohanes, Yesus ada di pantai; dalam Lukas, Yesus ada dalam kapal Simon.
3        Dalam Yohanes, Simon Petrus dan Yohanes (murid yang dikasihi) berada dalam kapal yang sama; dalam Lukas, tampaknya mereka berada di kapal yang berbeda.
4        Dalam Yohanes, Petrus meninggalkan tangkapan ikan itu; dalam Lukas, Simon adalah kepala (ketua) penangkapan ikan itu.
5        Dalam Yohanes, jala tidak koyak; dalam Lukas, jala rusak/koyak.
6        Dalam Yohanes, ikan yang ditangkap dekat pantai dan dihela ke pantai; dalam Lukas, mereka menangkap di air yang dalam dan ikan yang ditangkap dimasukkan ke dalam perahu.
7        Dalam Yohanes, Petrus segera terjun ke air untuk mendapatkan Tuhan, yang baru saja ia sangkal; dalam Lukas, meskipun tidak melakukan dosa seperti itu, ia meminta Tuhan untuk menjauh dari padanya.
Para ahli saat ini berpendapat bahwa kisah Lukas dan Yohanes merupakan 2 kisah dengan mukjizat yang sama. Kisah-kisah itu mewakili sepotong tradisi injil yang digunakan oleh kedua penginjil secara mandiri (tanpa ada saling ketergantungan). Lukas menjadikannya sebagai bagian dari panggilan Simon, sementara Yohanes menjadikannya sebagai kisah penampakan Yesus yang telah bangkit[34]. Mukjizat yang sama yang ditempatkan dalam dua kisah yang berbeda ini memunculkan perbedaan dan persamaan di atas. Mukjizat ini tidak terdapat dalam kisah Markus dan Matius sehingga terjadi perbedaan (dalam isi, susunan, dan bahasa) yang menyebabkan kesulitan bila kisah Markus dan Matius diparalelkan dengan kisah Lukas. Jadi, hubungan antara kisah Lukas dan kisah Markus (dan tentu saja Matius) bukan sebuah kisah yang paralel dari segi isi, susunan, dan bahasa tetapi Markus hanya menjadi salah satu sumber bagi Lukas dalam menyusun kisahnya.

2.5        Kesimpulan
Latar belakang kisah Luk 5:1-11 merupakan langkah awal untuk memahami makna kisah itu sendiri. Dalam latar belakang ini, kita telah melihat sekilas injil Lukas yang menjadi latar belakang kisah Luk 5:1-11, tempat kisah Luk 5:1-11 dalam struktur injil Lukas, serta hubungannya dengan kisah panggilan “yang mirip” dalam injil sinoptik. Penjelasan akan beberapa persoalan ini memberikan pemahaman bahwa Luk 5:1-11 yang ditempatkan pada bagian awal pelayanan Yesus di Galilea merupakan kisah khas Lukas yang dihasilkan dari penggabungan dua sumber yang berbeda serta melalui berbagai peredaksian.
Penempatan dan perubahan yang dilakukan oleh Lukas yang menghasilkan kisah Luk 5:1-11 tentu saja memiliki maksud tertentu. Melalui kisah itu, Lukas ingin menceritakan bagaimana panggilan Simon dan teman-temannya menjadi murid Yesus dan janji Yesus kepada Simon. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa Lukas melakukan perubahan sedemikian rupa sehingga menghasilkan kisah panggilan Simon dan teman-temannya yang sama sekali baru? Apa tujuan yang hendak ia capai dari susunan kisah seperti itu? Atau apa pesan yang ingin disampaikan oleh Lukas dari kisah panggilan para penjala ikan yang disusunnya dari berbagai sumber itu? Persoalan inilah yang akan dibahas pada bab berikut ini (bab III), dengan mencari makna panggilan dari kisah Luk 5:1-11.


[1] S. Leks, Inspirasi Kanon Kitab Suci, Kanisius, Yogyakarta 1992, 179.
[2] Pendapat mengenai waktu penyusunan injil Lukas ini muncul dari penafsiran atas Luk 19:43-44; 21:20-24 yang menyinggung kehancuran kota Yerusalem (tahun 70) sebagai suatu peristiwa yang terjadi di masa yang lampau. Misalnya, digambarkan bahwa kota Yerusalem sudah lama diinjak-injak “bangsa kafir” (bdk. Luk 21:24b). Bdk. Dr. C. Groenen OFM., Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Kanisius, Yogyakarta 1984, 121.
[3] W.G. Kümmel, Introduction to the New Testament, SCM Press Ltd, London 1975, 129.
[4] O. Lukefahr, C.M., Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara Katolik, diterjemahkan dari Catholic Guide to the Bible, oleh V. Prabowo Shakti, Obor, Jakarta 2007, 194.
[5]  http://en.wikipedia.org/wiki/Papyrus_75, akses 7 September 2010.
[6] Ireneus, Adversum Haereses 3:1, seperti dikutip dalam William Barclay, Penulis dan Warta Perjanjian Baru, diterjemahkan dari The Men, The Meaning, The Message of The Books, oleh Eduard Jebarus, Nusa Indah, Ende-Flores 1981, 20. Bdk. pula C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, dalam Raymond E. Brown, S.S. cs (eds.), The Jerome Biblical Commentary, Geoffrey Chapman, London 1968, 115.
[7] Teofilus adalah sahabat Alah yang membantu Lukas agar jadi terampil dan bijak di tengah segala macam situasi kehidupan Gereja dan sejarah zamannya. Teofilus diartikan pula sebagai siapa saja yang merupakan sahabat Allah, bdk. Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan, Membaca dan Merenungkan Injil Lukas, 9.
[8] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, The Anchor Bible, XXVIII, Doubleday & Company, Inc., New York 1981,  9.
[9] Belum ada kepastian tentang jemaat atau komunitas yang menjadi alamat injil Lukas tetapi dengan mudah komunitas itu dapat dibayangkan dari tulisan-tulisan Lukas. Komunitas ini merupakan jemaat Kristen non-Yahudi yang berada di luar wilayah Yahudi sebagaimana jemaat di Antiokhia atau Filipi, atau sekurang-kurangnya ditujukan kepada seorang jemaat Kristen non-Yahudi yang cukup terkenal (bdk. Luk 1:1). Bdk. Etienne Charpentier, How to Read the New Testament, SCM Press Ltd., London 1983, 80-81.
Selain itu, sasaran atau jemaat Lukas juga dapat diketahui dari cara Lukas mengolah tulisannya, misalnya dengan mengganti beberapa istilah atau gelar Yahudi dengan istilah-istilah yang dikenal oleh orang-orang non-Yahudi. Misalnya, ia mengganti “Golgota” menjadi “Tengkorak”, “rabi” (rabbi/rabbouni) menjadi “guru” (teacher), “Mesias” (Massaiah) menjadi “Tuhan” (Lord) atau “Penyelamat” (Savior), atau dengan menambahkan Adam dan Allah pada silsilah nenek moyang Yesus untuk menunjukkan nilai universalitas injil ini. Dengan demikian, Lukas ingin menggambarkan dalam injilnya bahwa Yesus tidak hanya datang untuk orang-orang Yahudi tetapi juga untuk semua orang termasuk pembacanya (yang bukan orang Yahudi). Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 58. Bdk. pula C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 116.
[10] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 9-10.
[11] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 8.
[12] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 9. Bdk. pula R.J. Karis, OFM., “The Gospel according to Luke” dalam R.E. Brown cs (eds), The New Jerome Biblical Commentary, Geoffrey Chapman, London 1989, 676.
[13] Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 119. Oleh karena itu, dalam bukunya, The Gospel of Saint Luke, C. Stuhlmueller mengungkapkan bahwa perjalanan ke Yerusalem lebih sebagai sebuah peziarahan spiritual daripada sebuah perjalanan geografis. Lebih jauh lagi, ia mengatakan bahwa Yerusalem merupakan simbol pemenuhan rencana keselamatan Allah. Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., The Gospel of Saint Luke, Introduction and Commentary, Liturgical Press, Collegeville 1952, 34.
[14] Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 119.
[15] Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 117.
[16] Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 117.
[17] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 134.
[18] Kisah-kisah lain yang menggambarkan ketakjuban atau keheranan orang banyak menyaksikan tindakan pewartaan Yesus dapat dilihat pada Luk 5:26; 8:25.56; 9:43.
[19] Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1977,  108.
[20] Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat di Perjalanan, 14.
[21] Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), 104.
[22] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 559-564.
[23] J. Fuellenbach, SVD., Mewartakan Kerajaan Allah, Renungan untuk Khalwat dan Rekoleksi Pribadi, diterjemahkan dari Proclaiming His Kingdom, Meditations for Personal Recollection, oleh Paulus Yuliadi, Nusa Indah, Ende 2004, 22.
[24] Kesamaan kisah yang paralel dalam injil sinoptik meliputi kesamaan isi (content), susunan (arrangement), dan bahasa (language). Kecuali itu, ada pula perbedaan dalam segi-segi itu yang menyebabkan persoalan, yakni persoalan sinoptik. Bdk. F. Gast, OCD., ”Synoptic Problem” dalam R.E. Brown, S.S., cs (eds.), The Jerome Biblical Commentary, 1.
[25] Isi, susunan, dan bahasa Lukas dalam kisah Luk 5:1-11 sangat berbeda dengan Mrk 1:16-20. Misalnya, Lukas memiliki kisah mukjizat, Markus tidak. Maka, susunan kisah Lukas juga berubah dari kerangka kisah Markus. Perbedaan bahasa sangat tampak dari perubahan kata-kata yang digunakan Yesus memanggil para murid, yakni “penjala manusia” (fisher of men) menjadi “menjala manusia” (taking human beings alive). Dalam teks aslinya (Yunani), kata kerja yang digunakan Lukas adalah zōgrōn yang merupakan kombinasi dari zōos (alive) dan agrein (catch, hunt). Kata ini berarti menangkap dan membawa manusia pada keidupan. Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 568.
[26] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560.
[27] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560; bdk. pula Leander E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, The New Interpreter’s Bible IX, Abingdon Press, Nasville 1995, 116.
[28] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560.
[29] F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, diterjemahkan dari Evangelium nach Lukas: 1, oleh Christine M. Thomas, Fortress Press, Minnepolis 2002, 166-167.
[30] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560.
[31] R.E. Brown, The Gospel According to John, XIII-XXI, The Anchor Bible, XXVIII, Doubleday & Company, Inc., New York 1980, 1090.
[32] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560. F. Bovon melihat ada 7 persamaan kedua kisah itu, yakni penyejajaran Yesus dan Simon; penangkapan ikan yang sukses; perintah Yesus untuk melakukan sebuah tantangan; ketaatan iman (kepercayaan) para penjala ikan; mukjizat penangkapan ikan; sikap Simon untuk mengungkapkan imannya; dan mungkin sebuah nubuat. Bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.
[33] A. Plummer, A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel According to St. Luke, Clark, Edinburgh 1969, 147.
[34] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 560-562; bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.