Sabtu, 09 Februari 2013

MAKNA PANGGILAN MENJADI “PENJALA MANUSIA”


BAB III
MAKNA PANGGILAN MENJADI “PENJALA MANUSIA”



3.1        Pengantar
Menjadi “penjala manusia” merupakan panggilan Simon dan teman-temannya yang dikisahkan dalam Luk 5:1-11. Panggilan itu sekaligus menjadi tugas perutusan mereka. Pekerjaan mereka yang semula menjala ikan diubah menjadi “menjala manusia” lewat panggilan di pantai danau Genesaret. Panggilan inilah yang kemudian menjadi alasan kebersamaan Yesus dan para murid-Nya. Yesus ingin agar melalui kebersamaan dengan-Nya, para murid belajar menjadi “penjala manusia” sebab untuk itulah mereka akan diutus kelak. Dengan kata lain, “menjala manusia” merupakan panggilan perutusan para murid[1]. Persoalannya adalah apa arti “menjala manusia”? Apakah sama artinya dengan menjala ikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Simon dan teman-temannya?
“Menjala manusia” adalah suatu metafora maka itu perlu ditafsirkan dalam keseluruhan kisah agar maknanya dapat dipahami. Oleh karena itu, pada bab ini kita akan menafsirkan teks Luk 5:1-11, terutama makna panggilan “menjala manusia”. Penafsiran ini akan didahului oleh konteks panggilan dalam kisah itu agar membantu kita memahami makna panggilan itu dan diakhiri oleh beberapa refleksi atas teks yang telah ditafsirkan itu.

3.2        Konteks Panggilan Dalam Luk 5:1-11
Panggilan dalam teks Luk 5:1-11 ini secara umum ditempatkan dalam kisah pelayanan Yesus di Galilea dan secara khusus ditempatkan dalam pengajaran (bdk. ay. 1-3) dan mukjizat (bdk. ay. 4-10a) yang dilakukan Yesus di pantai danau Genesaret. Beberapa ahli, seperti Plummer, G. Klein, C. Stuhlmueller, dan R. Bultmann berpendapat bahwa kisah panggilan Luk 5:1-11 itu merupakan hasil penggabungan dari dua sumber, yakni materi Markus (bdk. ay. 1-3 dan 10b-11) dan sumber khas Lukas “L” (bdk. ay. 4-10a). Bahkan, ada hipotesa bahwa kisah mukjizat yang mempersiapkan panggilan dalam kisah itu adalah peristiwa yang terjadi setelah kebangkitan Yesus yang ditempatkan pada kisah pelayanan Yesus yang historis[2].
Salah satu alasan yang menyatakan bahwa kisah itu aslinya dari kisah setelah kebangkitan yang ditempatkan pada pelayanan Yesus adalah reaksi Simon Petrus pada ayat 8, dengan menyebut Yesus sebagai “Tuhan”, dan menganggap dirinya sebagai “pendosa”. Reaksi semacam ini justru menimbulkan pertanyaan, mengapa Simon mengakui ketidakpantasannya di hadapan Tuhan? Lalu mengapa ia menyebut Yesus sebagai “Tuhan”? Bukankah lebih masuk akal kalau reaksi Simon berupa ucapan syukur atas mukjizat yang telah dialaminya? Fitzmyer mengungkapkan bahwa reaksi Simon saat itu lebih masuk akal bila ditunjukkan oleh seorang yang telah menyangkal Tuhannya[3]. Berdasarkan hal itu maka mukjizat itu bisa dianggap sebagai kisah yang terjadi setelah kebangkitan Yesus[4]. Oleh karena itu, reaksinya setelah menyaksikan mukjizat itu berupa rasa bersalah (“pendosa”) atas apa yang telah dilakukannya. Reaksi itu ditempatkan pada kisah sebelum kebangkitan maka tampak aneh dalam sebuah mukjizat penangkapan ikan yang menggembirakan. Namun, mengapa Lukas menghubungkan kisah mukjizat itu dengan panggilan Simon dan teman-temannya dan menempatkannya dalam pelayanan Yesus yang historis? Terlepas dari latar belakang bagian-bagian dalam kisah panggilan itu, tentu saja keputusan Lukas menggabungkan bagian-bagian itu memiliki pesan tertentu berhubungan dengan panggilan para murid yang kiranya bisa dipahami melalui penafsiran atas kisahnya tersebut.
Kisah panggilan dalam Luk 5:1-11 berbeda dengan kisah yang terdapat dalam Mrk 1:16-20 (atau Mat 4:18-22) meskipun Lukas mengambil sebagian bahannya dari Markus. Perbedaan itu tampak dalam isi, susunan, bahkan bahasa yang digunakan Lukas, khususnya pernyataan panggilan dari Yesus yang merupakan maksud panggilan dalam kisah itu[5]. Panggilan dalam Markus terjadi secara langsung, tanpa ilustrasi pengajaran dan mukjizat serta berlangsung begitu cepat. Yesus melintas dan langsung memanggil para nelayan yang telah menjala ikan, dengan perintah, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia”.
Sementara itu, panggilan dalam Lukas merupakan suatu proses yang terjadi berangsur-angsur mulai dari mendengar pengajaran Yesus, menyaksikan tindakan-Nya, menyadari keagungan-Nya (kekaguman), sebaliknya, merasa tidak pantas di hadapan-Nya (pertobatan), dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan segala sesuatu demi mengikuti Yesus[6]. Lukas juga mengubah panggilan dalam Markus yang merupakan ajakan atau perintah langsung Yesus atas para nelayan itu untuk mengikuti-Nya menjadi sebuah pernyataan, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia”[7]. Oleh karena itu, sulit menentukan apakah itu panggilan Yesus mencari pengikut-Nya atau hanya berupa ungkapan biasa. Tanda bahwa para penjala ikan itu sungguh menjadi murid baru tampak secara nyata pada akhir kisah, yakni ketika mereka meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus[8]. Maka, tampak di sini bahwa panggilan itu berproses. Lukas mengisahkan Yesus yang melalui pengajaran dan tindakan-Nya menyentuh hati orang banyak, khususnya para nelayan sehingga menyadari kerahiman Tuhan dan tergerak untuk mengikuti-Nya.

3.3        Pembahasan Kisah Luk 5:1-11
Kisah panggilan menjadi “penjala manusia” (bdk. Luk 5:1-11) terbagi atas tiga bagian, antara lain: kisah tentang pengajaran Yesus di pantai (bdk. ay. 1-3); kisah mukjizat penangkapan ikan (bdk. ay. 4-7); dan reaksi Simon dan kisah panggilan para penjala ikan (bdk. ay. 8-11)[9]. Meskipun dibagi dalam tiga bagian, yang satu tidak bisa dipisahkan dari yang lainnya sebab ketiganya saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan kisah. Bagian pertama menjadi introduksi karena menjelaskan latar belakang dan setting kisah. Bagian kedua merupakan bagian persiapan panggilan melalui mukjizat yang dialami Simon dan teman-temannya serta melalui dialog antara Yesus dan Simon. Sedangkan bagian ketiga yang menjadi inti kisah itu merupakan kisah panggilan itu sendiri[10]. Fungsi dan peranan masing-masing bagian ini memperlihatkan adanya kesinambungan di antara ketiganya yang membentuk suatu kisah panggilan. Berikut ini kita akan membaca dan mengulas bagian per bagian.

3.3.1  Kisah Pengajaran Yesus di Pantai (bdk. ay. 1-3)
1Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sementara orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. 2Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. 3Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia mendorong perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.

Bagian ini merupakan bagian awal kisah panggilan yang dilukiskan Lukas. Bagian ini menjadi gambaran situasi di mana Yesus mengajar, melakukan mukjizat, dan menyatakan panggilan-Nya kepada Simon dan teman-temannya. Pada bagian ini dikisahkan tentang Yesus yang sedang mengajar orang banyak dari atas perahu Simon di pantai danau Genesaret.
Peristiwa itu terjadi di pantai danau Genesaret. Danau Genesaret merupakan nama lain dari danau Galilea (bdk. Mat 4:18; Mrk 1:16). Selain itu, danau ini juga biasa disebut Laut Tiberias (bdk. Yoh 6:1; 21:1). Dalam Perjanjian Lama, danau ini disebut Kineret (bdk. Bil 34:11) atau Kinerot (bdk. Yos 12:3; 13:27)[11]. Danau itu berukuran panjang 13 mil, lebar 7,5 mil, dan 680 kaki di bawah permukaan laut. Airnya cukup sejuk dan segar serta di sekitarnya terdapat gunung-gunung yang tertutup salju[12]. Yesus mengajar di danau (di luar rumah ibadat) untuk pertama kalinya terjadi di sini. Mengapa Yesus memilih danau? Hal ini kiranya dapat dipahami dengan mengamati pendapat H. Conzelmann yang mengakui bahwa “danau” sama seperti “gunung” memiliki makna teologis yang khusus. Tempat itu merupakan tempat favorit untuk berkomunikasi dengan Allah Bapa (dalam Lukas) maka “danau” menggambarkan suatu tempat manifestasi/perwujudan kekuatan Allah[13].
 Sementara itu, waktu terjadinya peristiwa itu tidak diungkapkan dalam teks. Keterangan waktu yang digunakan pada ayat 1, yakni “pada suatu kali” tidak bisa menjadi petunjuk kapan persisnya peristiwa itu terjadi. Keterangan itu merupakan salah satu ungkapan gaya penulisan Kitab Suci terjemahan Yunani (Septuaginta, XXL)[14]. Selain itu, keterangan “pada suatu kali” juga berfungsi naratif, yakni sebagai penanda yang menandakan dimulainya suatu paragraf baru (khususnya dalam penulisan tanpa paragraf dan tanda-tanda baca)[15]. Meskipun demikian, dapat disimpulkan bahwa peristiwa itu terjadi (yang hanya diterangkan dengan “pada suatu kali”) pada pagi atau menjelang siang hari[16]. Kesimpulan ini bisa dijelaskan dengan mengamati keterangan ayat 3 dan 5. Pada ayat 2 dilukiskan bahwa para nelayan telah menjala dan sekarang mereka sedang membasuh jalanya. Sementara pada ayat 5 Simon mengatakan bahwa mereka telah bekerja keras semalaman. Itu berarti mereka menjala ikan pada malam hari dan kiranya itulah waktu yang paling tepat untuk menjala ikan[17]. Kalau para nelayan itu telah menjala ikan maka peristiwa itu hampir pasti terjadi pada pagi hari atau menjelang tengah hari.
Selain Yesus, di tempat itu ada juga beberapa tokoh lain, yaitu orang banyak, dan para nelayan. Dalam ayat 1 diungkapkan bahwa orang banyak berada di sekitar Yesus dan mengerumuni-Nya. Siapakah orang banyak ini dan untuk apa mereka mengerumuni Yesus? Orang banyak yang mengerumuni Yesus adalah orang-orang atau masyarakat umum (Yunani: okhlos) yang bersikap positif terhadap Yesus sampai saat terakhir hidup-Nya[18]. Kemungkinan sebagian dari mereka adalah orang-orang yang sebelumnya merasa kagum setelah mendengarkan pengajaran Yesus tentang Kerajaan Allah dalam rumah ibadat (bdk. Luk 4:14-22). Tujuan kedatangan orang banyak di sekitar Yesus adalah mendengarkan firman Allah. Menarik bahwa istilah yang digunakan Lukas untuk menyebut pengajaran Yesus adalah firman Allah. Istilah ini untuk pertama kali digunakan oleh Lukas dalam injilnya, meskipun sebelumnya ia telah menyinggungnya (bdk. Luk 1:2). Pada pasal sebeumnya (Luk 4), Lukas juga beberapa kali menyinggung sabda Yesus tetapi tidak pernah menyebutnya sebagai sabda Allah (bdk. Luk 4:22.32.36.43-44)[19]. Kalau firman Allah merupakan pengajaran (kata-kata) Yesus sendiri maka istilah ini kiranya menunjukkan dimensi keilahian Yesus. F. Bovon mengungkapkan bahwa ungkapan “sabda Allah” di sini menunjuk pada tindakan pewartaan Yesus sebagai utusan Allah atau Allah berbicara melalui Dia[20]. Dalam kisah ini digambarkan bahwa Simon sampai pada kesadaran akan hal itu[21].
Di pantai itu terdapat dua perahu nelayan yang baru saja digunakan menjala ikan (bdk. ay. 5). Penyebutan dua perahu dalam kisah ini mempersiapkan cerita tentang keajaiban yang dikisahkan dalam ayat 6 dan catatan tentang hampir tenggelamnya perahu dalam ayat 7[22]. Dengan demikian kehadiran teman-teman Simon dalam kisah selanjutnya dapat dipahami karena dengan menyebutkan dua perahu, kehadiran mereka telah diandaikan pada ayat ini.
Nelayan-nelayan ikan itu telah turun dari atas perahu dan sekarang sedang membasuh jala mereka yang digunakan untuk menangkap ikan. Turun dari atas perahu dan membasuh jala mengungkapkan bahwa para nelayan itu telah menjala ikan dan sekarang membereskan jala yang telah digunakan tersebut. Betapa kecewa dan sedihnya para nelayan itu karena mereka telah bekerja keras semalaman tetapi tidak membuahkan hasil sedikit pun. Begitulah situasi yang dialami oleh para nelayan.
Dalam situasi seperti itu, Yesus datang mendekati salah satu perahu itu, yakni perahu Simon lalu Ia naik ke atasnya (bdk. ay. 3). Setelah itu, Yesus meminta Simon, pemilik perahu itu, agar mendorong perahunya sedikit menjauh dari pantai. Yesus duduk di atas perahu Simon dan mengajar orang banyak dari sana. Menurut F. Bovon, posisi duduk menunjukkan dua arti, yang mana keduanya tepat, yakni secara teologis dan secara naratif. Secara teologis, posisi itu menunjukkan posisi seorang pengkhotbah (pengajar), sementara itu, secara naratif sangat masuk akal karena seseorang hanya mungkin bertahan cukup lama di atas sebuah perahu apabila ia duduk[23]. Oleh karena itu, melalui gambaran Yesus yang duduk mengajar dari atas perahu, Yesus ditampilkan sebagai seorang guru bijaksana yang mengajar dan mewartakan Injil Kerajaan Allah (bdk. Luk 4:43). Inilah perjumpaan pertama antara para nelayan itu, terutama Simon, dengan Yesus dalam kisah itu.
Melihat tindakan Yesus dalam kisah itu, muncul pertanyaan, apa maksud Yesus memilih perahu Simon? Apakah itu hanya sebuah kebetulan atau Yesus memiliki maksud tertentu dari pemilihan itu? Lalu mengapa Yesus harus menarik diri dari keramaian, naik ke perahu Simon, dan menyuruh Simon mendorong perahunya sedikit lebih dalam? Pemilihan perahu Simon tampaknya bukan hanya sebuah kebetulan tetapi mengandung maksud tertentu. Dengan dipilihnya perahu Simon, ditegaskan bahwa ia memang dipilih untuk berperan utama (pemimpin) dalam kelompok pengikut-pengikut Yesus[24]. Hal ini dapat diamati dalam kisah-kisah kebersamaan Yesus dengan para murid-Nya (bdk. Luk 5: 5.8; 6:14; 8:51; 9:18-21.33; 18:28; Mat 16:18). Lebih jauh, G.W.H. Lampe menyatakan bahwa dalam kisah (khususnya kisah pemilihan perahu Simon), Simon dipilih untuk menjadi pemimpin misi universal (bdk. Kis 2-5; 10:15)[25].
Selain menegaskan peranan Simon, tindakan Yesus itu juga menunjukkan strategi-Nya dalam mewartakan injil Kerajaan Allah dan sekaligus menunjukkan bahwa Ia adalah seorang Pewarta Injil. Dengan menarik diri dan naik ke atas perahu untuk mengajar orang banyak, Yesus sebenarnya telah mempraktekkan suatu cara pengajaran (pewartaan) yang sangat baik. Ia sadar bahwa dengan naik ke atas perahu dan masuk ke dalam danau sedikit jauh lalu mengajar dari situ, suara-Nya akan didengarkan oleh pendengar-Nya (orang banyak) yang ada di darat karena angin bertiup ke arah darat pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa Ia adalah seorang guru (pengajar) yang sangat bijaksana, kreatif, dan peka terhadap lingkungan sekitar serta mampu beradaptasi dengan lingkungan dalam mewartakan sabda dan karya-Nya (bdk. Luk 8:4-15; 13:18-21; 15:1-7).


3.3.2  Mukjizat Penangkapan Ikan (bdk. ay. 4-7)
4Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” 5Simon menjawab, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena perkataan-Mu itu, aku akan menebarkan jala juga.” 6Setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. 7Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Mereka pun datang, lalu bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.

Bagian kedua ini yang mengisahkan mukjizat penangkapan ikan merupakan bagian persiapan atas panggilan Simon dan teman-temannya. Setelah Yesus menyentuh pikiran dan pendengaran orang banyak (melalui pengajaran), kini Ia ingin menyentuh hati dan penglihatan mereka (melalui tindakan mukjizat) agar mereka mau mengikuti-Nya dengan tulus. Pada bagian ini dikisahkan bahwa setelah Yesus mengajar orang banyak itu, sekali lagi Ia menyuruh Simon, tetapi permintaan-Nya ini bukan sekadar mendorong perahu lebih jauh ke dalam. Lebih dari itu, Ia meminta Simon bertolak ke tempat dalam dan menebarkan jalanya untuk menangkap ikan. Dalam teks asli, perintah untuk bertolak ditujukan kepada Simon saja (bertolaklah engkau), namun bagian kedua perintah-Nya (tebarkanlah jala kalian) mengandaikan adanya orang lain dalam perahu Simon[26]. Tidak jelas siapa yang dimaksud dengan orang lain yang ada dalam perahu Simon. Namun, kemungkinan orang yang diandaikan ini adalah Andreas, saudara Simon (bdk. Luk 6:14; Mat 4:18; Mrk 1:16)[27]. G.W.H. Lampe menyimpulkan dari ayat ini bahwa Simon berperan sebagai kapten (pemimpin) kapal[28]. Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa Simon lebih ditonjolkan daripada teman kerjanya (saudaranya, Andreas?) sebab seorang kapten selalu menjadi perwakilan dari suatu kelompok tertentu.
Permintaan Yesus ini menjadi ujian akan iman Simon kepada Yesus. Menanggapi permintaan Yesus (pada ayat 4), Simon memberikan jawabannya pada ayat 5. Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena perkataan-Mu itu, aku akan menebarkan jala juga”. Pada jawabannya ini, Simon memanggil Yesus sebagai “Guru” (“Master” atau “Epistata” menggantikan “Rabbi” ). Gelar Yesus sebagai “Guru” (Epistata) merupakan khas Lukas sebab hanya ada dalam Lukas (bdk. Luk 8:24.45; 9:33.49; 17:13)[29]. Gelar Yesus yang digunakan oleh Simon sebelum mukjizat ini akan berubah setelah ia mengalami mukjizat. Ia tidak lagi memandang Yesus lagi sebagai “Guru” tetapi lebih dari itu, yakni sebagai “Tuhan”.
Jawaban Simon ini dapat dibagi dua, yakni: “(Guru), telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa,” (bagian pertama) dan “tetapi karena perkataan-Mu itu, aku akan menebarkan jala juga” (bagian kedua). F. Bovon menyebutkan bahwa jawaban Simon ini kedengaran meragukan. Di satu sisi, jawaban itu seperti jawaban seorang penjala ikan namun di sisi lain, seperti jawaban seorang murid[30]. I. Howard Marshall juga mengatakan bahwa panggilan Simon kepada Yesus sebagai “Guru” (Epistata) merupakan panggilan yang hanya digunakan oleh seorang murid atau murid yang dekat kepada Gurunya[31]. Oleh karena itu, dengan menghubungkan kedua pendapat ini dengan pembagian di atas, jawaban Simon sebagai seorang penjala ikan dapat digolongkan sebagai jawaban pertamanya (bagian pertama) sedangkan jawabannya sebagai seorang murid dapat digolongkan sebagai jawaban keduanya (bagian kedua).
 Apa maksud Simon pada bagian pertama? Apakah jawaban itu adalah sebuah keluhan kepada Yesus atau sebuah penolakan atas perintah Yesus sebab ia meragukan efektivitas perintah itu? Kalau reaksi Simon setelah mengalami mukjizat, yakni merasa berdosa dan meminta agar Yesus pergi dari padanya diperhatikan (bdk. ay. 8) maka kemungkinan jawaban ini adalah bentuk penolakan atau keraguan atas perintah Yesus. Dengan kata lain, reaksi spontan Simon atas permintaan Yesus yang aneh adalah ketidakpercayaan atau keraguan. Dasar keraguan Simon adalah pengalaman kerja keras mereka sepanjang malam yang tidak menghasilkan apa-apa. Pengalaman semalam yang tidak menghasilkan apa-apa menghilangkan visi atau idealisme Simon dan teman-temannya, serta membuat mereka terbawa situasi[32]. Kiranya ketidakpercayaan atau keraguan inilah yang menjadi gambaran rasa bersalah atau berdosa yang diakui Simon pada dialog selanjutnya (bdk. ay. 8).
Dengan demikian, jawaban Simon pada bagian pertama merupakan jawaban sinis yang meragukan perintah Yesus. Namun, mengapa Simon meragukan perintah Yesus? Bukankah ia pernah menyaksikan Yesus menyembuhkan ibu mertuanya? Tidak cukupkah itu untuk meyakinkannya bahwa Yesus dapat melakukan apa saja meskipun itu tidak mungkin bagi orang lain? Tampaknya perjumpaan Simon dengan Yesus sebelumnya belum cukup meyakinkan bahwa Yesus berkuasa atas apa saja dan bisa melakukan apa saja. Sebagai seorang nelayan, Simon tentu tahu kapan dan di mana tempat yang tepat untuk menangkap ikan, dan ia telah melakukannya semalam. Tetapi Yesus, seorang tukang kayu, datang memintanya menangkap ikan di pagi/siang hari (bukan waktu yang tepat). Tentu saja sebagai seorang nelayan yang berpengalaman seperti Simon, akan menganggap permintaan ini sebagai sesuatu yang tidak masuk akal, maka patut diragukan[33].
Pada bagian kedua Simon menjawab, “[....]tetapi karena perkataan-Mu itu, aku akan menebarkan jala juga.”  Apa maksud kata-kata Simon ini? Penggunaan kata sambung “tetapi” pada jawaban Simon menunjukkan dua hal yang saling berlawanan. Dari rumusan itu dapat dikatakan bahwa sebenarnya Simon menolak untuk bertolak ke tempat dalam dan menebarkan jala di sana, “tetapi” karena Yesus yang memintanya maka dia akan melakukannya juga. Hal ini menunjukkan bahwa di balik keraguan Simon masih ada kepercayaannya pada Yesus dan kepercayaan itu lebih besar daripada keraguannya. Dengan kata lain, meskipun perintah Yesus tidak sesuai dengan keinginan dan rencananya, Simon tetap menunjukkan (sikap) ketaatannya pada Yesus[34]. Jawaban Simon ini menggambarkan pergulatan imannya kepada Yesus: dari keraguan atau ketidakpercayaan tumbuh sebersit harapan dan kepercayaan -yang lebih besar daripada ketidakpercayaannya- kepada Yesus[35]. Kiranya kepercayaan Simon itu tumbuh dari pengalaman perjumpaannya dengan Yesus sebelumnya, yakni ketika menyaksikan ibu mertuanya disembuhkan oleh Yesus dan setelah mendengarkan pengajaran Yesus dari atas perahunya yang baru saja terjadi. Keputusan Simon mengambil risiko ini menunjukkan sikap batinnya. Ia adalah seorang yang tidak amat mudah percaya kepada hal-hal yang tidak masuk akal kendatipun demikian, ia berani mengambil risiko sebab kepercayaannya kepada Yesus. Sikap Simon ini menunjukkan suatu perubahan cara pandang dan keyakinan iman.
Ayat 6-7 mengungkapkan buah kepercayaan Simon. Pada kedua ayat ini dilukiskan bahwa Simon dan temannya (“mereka”) menangkap sejumlah besar ikan. Begitu banyaknya ikan yang mereka tangkap hingga jala mereka mulai koyak[36]. Mereka tidak mampu mengatasi tangkapan mereka yang begitu banyak. Maka, mereka memberi isyarat kepada teman-teman mereka yang ada di perahu lain supaya datang membantu mereka. Dengan bantuan teman-teman mereka itu, akhirnya ikan hasil tangkapan itu dapat dinaikkan ke dalam kedua perahu itu, meskipun hampir tenggelam.
Kata ganti “mereka” yang digunakan pada ayat 6 dan ayat 7 semakin menegaskan bahwa Simon tidak sendirian di atas perahu (bdk. perintah Yesus untuk menebarkan jala pada ayat 4). Pada ayat 7 ditunjukkan juga antisipasi yang disebutkan pada ayat 2, yakni tentang “dua perahu”. Jelas yang dimaksud dengan “teman-temannya di perahu yang lain” adalah perahu yang tersisa, milik Yohanes dan Yakobus.
Peristiwa mukjizat yang baru saja dialami oleh para nelayan mempersiapkan panggilan mereka. Peristiwa itu menjadi semacam pengantar bagi keputusan mereka untuk mengikuti Yesus yang akan diungkapkan pada bagian akhir kisah ini. Inilah salah satu alasan bagi para nelayan itu untuk meninggalkan segala sesuatu demi mengikuti Yesus dan menjadi “penjala manusia”.

3.3.3  Reaksi Simon dan Kisah Panggilan Para Penjala Ikan (bdk. ay. 8-11)
8Ketika Simon Petrus melihat hal itu, ia pun sujud di depan Yesus dan berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini orang berdosa.” 9Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; 10demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia.” 11Sesudah menarik perahu-perahu ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.

Bagian ketiga ini merupakan bagian inti dari Luk 5:1-11. Pada bagian inilah pernyataan panggilan menjadi “penjala manusia” diungkapkan (bdk. ay. 10b). Maka, makna panggilan menjadi “penjala manusia” yang sudah digambarkan dan dipersiapkan pada dua bagian sebelumnya akan dipahami pada bagian ini. Secara umum bagian ini dapat dikatakan sebagai reaksi Simon Petrus[37] atas mukjizat yang baru saja dialaminya serta kisah pemanggilan Simon dan teman-temannya. Simon takjub dan heran melihat hasil yang mereka dapatkan. Ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan baginya karena semalaman mereka telah bekerja keras tetapi mereka sama sekali tidak menangkap ikan padahal malam hari adalah waktu yang tepat untuk menangkap ikan[38]. Namun, sekarang dengan mudahnya mereka bisa menangkap ikan begitu banyak hingga jala mereka koyak dan perahu mereka hampir tenggelam meskipun bukan waktu yang tepat untuk menangkap ikan. Bagi Simon, ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa dan pasti ini terjadi karena Yesus yang memerintahkannya. Perasaan itu membuatnya merasa begitu kecil, tak berdaya, dan berdosa di hadapan Yesus karena sebelumnya telah meragukan-Nya. Ia insaf bahwa Yesus itu bukan hanya orang biasa, tetapi seseorang yang mempunyai hubungan dengan dunia lain, dengan apa yang kudus, dengan Tuhan Allah[39]. Sementara itu, kontak dengan yang kudus adalah berbahaya untuk orang berdosa (bdk. Yes 6:1-7)[40]. Ia datang dan sujud di hadapan Yesus. Sujud merupakan suatu bentuk penyembahan atau penghormatan yang mendalam. Biasanya sembah sujud dilakukan di hadapan yang memiliki kuasa. Maka, dengan bersembah sujud di hadapan Yesus dan menyebut Yesus sebagai “Tuhan”, Simon merefleksikan ketakutan atau kekhawatirannya di hadapan kehadiran “Tuhan” yang mahakuasa (Yesus)[41].
Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini orang berdosa.” Ini adalah kata-kata yang keluar dari mulut Simon setelah menyaksikan banyaknya ikan yang mereka tangkap. Apakah maksud Simon mengatakan demikian? Mengapa ia meminta Yesus yang dipanggilnya “Tuhan” pergi dari padanya? Kata-kata Simon ini didasari oleh rasa ketidakpantasannya di hadapan Tuhan. Simon memandang dirinya berdosa sehingga ia merasa tidak pantas berada di dekat yang kudus dan yang ilahi, seperti Yesus. Kiranya perasaan ini pulalah yang mendorong Simon untuk mengganti sebutan Yesus dari “guru” menjadi “Tuhan” (bdk. ay. 5 dan ay. 8)[42].
Kalau jawaban Yesus pada ayat 10b diperhatikan, kemungkinan jawaban Simon itu tidak hanya mengungkapkan rasa ketidakpantasannya tetapi hal itu juga merupakan ungkapan atau teriakan kebingungan dan ketakutannya (bdk. Yes 6:5; Hak 13:22), sekaligus pengakuan salah dan pengakuan percaya yang melebihi perkataannya pada ayat 5 tadi[43]. Hal ini menunjukkan bahwa pengakuan Simon (rasa bersalah sekaligus percaya) tumbuh bukan karena sebuah ancaman atau pemaksaan yang dilakukan Yesus melainkan karena ia telah mengalami kebajikan dan karunia (mukjizat) Yesus. Inilah suatu bentuk pewartaan Yesus mencari pengikut-Nya[44].
Ayat 9 adalah penjelasan tentang alasan ketidakpantasan Simon. “[....]karena Simon dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub [....]demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon.” Rupanya bukan hanya Simon melainkan semua orang yang bersama-sama dengan dia pun merasa takjub menyaksikan banyaknya ikan yang mereka tangkap. Maka, sangat mungkin bahwa ketidakpantasan yang dirasakan oleh Simon dalam suasana seperti itu juga dirasakan oleh semua orang yang ada bersama dengan dia. Yang menarik pada ayat ini adalah penyebutan nama Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Mengapa nama Yakobus dan Yohanes masih disebutkan lagi? Bukankah mereka sudah termasuk dengan semua orang yang ada bersama dia (Simon)? Meskipun dalam keseluruhan kisah ini Yakobus dan Yohanes kurang mendapat perhatian bila dibandingkan dengan Simon[45], namun penyebutan ini kiranya menekankan peranan Yakobus dan Yohanes yang nantinya menjadi pengikut Yesus juga.
Menanggapi reaksi Simon dan semua orang di situ, Yesus berkata kepada Simon, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia” (bdk. ay. 10b). Kata-kata Yesus ini merupakan suatu bentuk peneguhan atas pengalaman tremendum et fascinosum Simon dan semua orang di situ, sekaligus menjadi panggilan Simon dan teman-temannya. Yesus mengingatkan Simon agar tenang dan tidak perlu takut menyaksikan kasih karunia Allah yang mengagumkan karena mulai sekarang ia akan “menjala manusia”. Itulah janji sekaligus maksud panggilan Yesus kepada Simon yang dilukiskan dalam kisah ini.
Akhirnya,  panggilan Yesus ini berdampak positif, bukan hanya kepada Simon tetapi juga kepada teman-temannya. Meskipun perintah untuk menjala manusia ditujukan hanya kepada Simon, tetapi pada kenyataannya hal itu juga ditujukan bagi teman-temannya yang meninggalkan segala sesuatu untuk menjadi murid Yesus[46]. “Sesudah menarik perahu-perahu ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.” Kesaksian hidup Yesus lewat kata-kata serta tindakan-Nya yang dialami para nelayan itu sungguh memiliki daya sehingga mampu menenangkan sekaligus memberi keberanian kepada mereka untuk meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti-Nya. Meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti seorang asing merupakan suatu keputusan yang luar biasa dan penuh risiko. Namun para nelayan itu seakan-akan tidak peduli akan risiko itu. Mengapa? Mereka kagum sekaligus yakin pada Yesus: pada pengajaran-Nya (bdk. ay. 1-3), mukjizat-Nya (bdk. ay. 4-7), dan panggilan-Nya (bdk. ay. 8-11). Kekaguman dan keyakinan mereka inilah yang memberanikan mereka mengambil keputusan yang berat sekaligus menantang untuk mewujudkan pernyataan panggilan Yesus kepada Simon, yakni “menjala manusia” (bdk. ay. 10b). Maka, tugas seorang pengikut Yesus, seperti Simon dan teman-temannya yang meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus adalah “menjala manusia”. Namun, apakah yang dimaksud dengan “menjala manusia”? Samakah artinya dengan menjala ikan? Lalu, bagaimana cara melakukannya?

3.4        Makna Panggilan “Menjala Manusia”
Istilah “menjala manusia” hanya muncul pada kisah panggilan Luk 5:1-11 dalam injil Lukas. Istilah ini merupakan suatu metafora yang digunakan oleh Yesus untuk menyatakan maksud panggilan-Nya kepada para murid, terutama kepada Simon yang secara khusus berdialog dengan-Nya. Yesus memanggil para murid untuk diutus melanjutkan misi perutusan-Nya, yakni menjadi pewarta dan saksi Kerajaan Allah (bdk. Luk 9:2; 10:1-12; 24:46-49). Dengan kata lain, para murid akan ambil bagian dalam karya perutusan Yesus yang telah dinyatakan-Nya di awal pelayanan-Nya (bdk. Luk 4:18-19). Oleh karena itu, maksud panggilan “menjala manusia” juga harus ditempatkan dalam pemahaman ini. Yang menjadi persoalan adalah mengapa Yesus menggunakan istilah itu untuk menyatakan maksud panggilan-Nya kepada para nelayan? Adakah makna yang tersirat dalam istilah “menjala manusia”?
Bagi masyarakat Timur Tengah, laut diyakini sebagai sumber kebijaksanaan hidup. Oleh karena itu, bagi mereka, “memancing atau menjala” merupakan simbol pencarian jiwa dan pencarian ke dalam jiwa yang menggambarkan harta kebijaksanaan dari lautan ketidaktahuan[47]. Dalam pemahaman ini, panggilan “menjala manusia” memperoleh makna tersirat dari yang tertulis. “Menjala manusia” dapat dipahami sebagai pencarian jiwa manusia dan pencarian ke dalam jiwa manusia.
Sementara itu, dalam teks asli (Yunani), kata kerja yang dipakai untuk menerjemahkan istilah “menjala manusia” adalah “zōgrōn” yang merupakan kombinasi dari zōos (alive) dan agrein (catch, hunt). Kata ini berarti bekerja menangkap manusia-manusia untuk membawa mereka ke kehidupan[48]. Maka, panggilan Simon dan teman-temannya adalah bekerja menangkap manusia-manusia untuk membawa mereka kepada kehidupan[49]. Tugas baru Simon ini tampaknya bertolak belakang dari tugasnya semula. Kalau semula ia dan teman-temannya adalah penjala ikan yang menangkap ikan untuk dikonsumsi (menyebabkan ikan mati), kini (“mulai sekarang”) ia akan menjadi “penjala manusia” yang membawa manusia kepada kehidupan (menyelamatkan hidup mereka). Inilah tugas panggilan Simon (dan teman-temannya) sepanjang hidup mereka[50].
Implikasi panggilan Simon ini adalah ia akan menyelamatkan manusia dari kuasa maut dan memelihara kehidupan mereka dengan menjadikan mereka pengikut Kerajaan Allah[51]. Dengan demikian, Simon dan teman-temannya dipanggil untuk melanjutkan misi Yesus, yakni mewartakan Injil Kerajaan Allah demi keselamatan manusia (agar manusia memperoleh kehidupan bersama Allah) serta mengumpulkan manusia untuk bergabung dalam Kerajaan itu. Melalui metafora “menjala manusia” ini, misi para murid digambarkan seperti sebuah kegiatan menjala ikan. Dalam hal ini, penjalanya atau yang bertugas menjalankan misi itu adalah semua murid Yesus yang karena panggilannya menjadi “penjala manusia”[52]. Inilah tahap baru dalam sejarah penyelamatan yang melibatkan para murid Yesus. Tahap itulah yang ditandai dengan ungkapan “mulai sekarang” pada pernyataan panggilan Yesus[53].

3.5        Beberapa Refleksi Atas Kisah Luk 5:1-11
3.5.1  Isi, Metode, dan Dampak Pewartaan Yesus
Yesus adalah seorang Pewarta Sejati. Identitas-Nya sebagai Pewarta injil tampak dalam awal karya-Nya di rumah ibadat di Nazaret (bdk. Luk 4:16-30). Melalui pewartaan kenabian-Nya ini, Ia mewartakan Diri-Nya sebagai utusan Allah. Ia diutus untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang miskin dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, dan untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (bdk. Luk 4:18-19). Itulah injil atau kabar gembira yang menjadi misi pewartaan Yesus yang dikisahkan oleh Lukas. Kabar gembira ini tidak hanya diberitakan tetapi juga diwujudkan oleh Yesus melalui sabda dan karya-Nya.
Dalam kisah Luk 5:1-11, Yesus sebagai seorang Pewarta injil juga ditunjukkan oleh Lukas. Di sana dilukiskan bahwa Yesus mengajar orang banyak dari atas perahu Simon. Memang isi ajaran Yesus tidak diungkapkan dalam kisah itu tetapi hal ini dapat dilihat dalam hubungannya dengan pernyataan-Nya dalam Luk 4:18-19, sebab untuk itulah Ia diutus. Bagaimanapun seluruh sabda dan karya-Nya akan menghadirkan misi perutusan-Nya itu.
Identitas Yesus sebagai Pewarta Sejati, dalam kisah Luk 5:1-11 tidak hanya ditunjukkan lewat tindakan-Nya mengajar orang banyak tetapi juga tampak dalam cara-Nya mengajar, kemampuan-Nya mewujudkan pengajaran itu dalam tindakan, dan daya pengajaran-Nya bagi orang lain. Mengajar orang banyak dari atas perahu kiranya bukan suatu kebetulan saja tetapi suatu metode atau cara pengajaran Yesus agar kata-kata-Nya dapat berdaya guna bagi pendengar. Dengan mengajar dari atas perahu (dari arah danau ke darat), suara-Nya akan didengarkan dengan lebih baik daripada mengajar di antara orang banyak itu. Tindakan pengajaran Yesus ini menunjukkan metode pewartaan-Nya dengan memanfaatkan kekuatan alam agar pewartaan-Nya berdaya guna.
Yesus tidak hanya pandai dalam mengajar tetapi juga mampu mewujudkan apa yang diajarkan. Ia tidak hanya memberitakan pembebasan bagi orang-orang miskin atau tahun rahmat Tuhan telah datang (bdk. Luk 4:18-19) tetapi juga sungguh-sungguh menghadirkan kata-kata itu dalam tindakan-Nya. Dengan kata lain, keselamatan yang ditawarkan Yesus berdimensi holistik, tidak hanya membebaskan manusia pada akhir zaman tetapi saat ini juga pembebasan telah dirasakan oleh manusia. Dalam kisah Luk 5:1-11 dilukiskan bahwa setelah Yesus selesai berbicara, Ia melakukan mukjizat (bdk. Luk 5:4-7). Pada saat itu, para nelayan tentu saja merasa sedih, kecewa, atau bahkan putus asa akan usaha mereka yang tidak membuahkan hasil sedikit pun, walaupun mereka telah bekerja keras semalaman. Kalau mereka hanyalah nelayan sederhana, yang menangkap ikan hanya untuk dikonsumsi keluarga dan kerabat mereka, maka tentu saja kegelisahan mereka bertambah karena kebutuhan hidup keluarga mereka hari itu tidak dapat mereka sediakan.
 Yesus tahu perasaan mereka maka Ia menawarkan suatu solusi untuk mengatasi kegelisahan mereka. Ia berkata kepada Simon, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Meskipun sulit diterima, permintaan Yesus ini dilaksanakan juga oleh Simon dan temannya. Mereka melaksanakan permintaan Yesus ini dengan iman dan kepasrahan kepada Yesus, “[...]tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Inisiatif Yesus membebaskan para nelayan dari kemiskinan mereka hari itu ditanggapi oleh Simon dan temannya dengan iman maka terjadilah mukjizat sehingga mereka semua menyadari bahwa rahmat Tuhan telah datang.
Akhirnya, pengajaran Yesus ini sungguh berdaya guna bagi orang-orang yang mendengarkannya. Mereka semua takjub akan tindakan Yesus. Bahkan Simon langsung menyadari keilahian Yesus sehingga ia merasa tidak pantas berada di dekat-Nya. “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Rahmat Tuhan yang dialami Simon dan teman-temannya itu mengubah hidup mereka. Mereka percaya, menyadari keilahian Yesus dan ketidakpantasan diri mereka, lalu mengikuti Yesus. Itulah perubahan hidup mereka yang tampak dalam profesi yang berubah secara total: seorang penjala ikan menjadi “penjala manusia”. Perubahan profesi ini juga menyiratkan suatu makna yang mendalam dari panggilan mereka. Profesi penjala ikan dan “penjala manusia” saling berlawanan. Seorang penjala ikan menangkap ikan dan mengakibatkan ikan itu tak berdaya dan mati, sementara seorang “penjala manusia” menangkap manusia untuk dibawa kepada kehidupan[54]. Di sini tampak sekali daya guna pewartaan Yesus.
Pewartaan tidak hanya membawa rasa takjub dan syukur atas rahmat Tuhan tetapi juga perubahan hidup. Pewartaan itu bisa saja sukses tetapi bisa juga gagal tergantung pada kerja sama pewarta dan pendengar warta. Yesus sendiri telah memberikan contoh bagaimana mewartakan dalam berbagai situasi. Ia pernah mengalami kesuksesan dan kegagalan karena pendengar-Nya tidak mau menerima-Nya (bdk. Luk 4:28-30). Akan tetapi, kesejatian seorang pewarta tidak terletak pada respon pendengar dan hasil yang langsung bisa diamati. Seorang pewarta mewartakan injil bukan terutama untuk membuat sesuatu (aktivisme), atau memperoleh hasil langsung dan nyata (konkretisme), melainkan ambil bagian dalam kebebasan Yesus, Penginjil Sejati, dan ambil bagian dalam visi dan wawasan-Nya yang luas. Yesus telah memberikan contoh cara mewartakan injil dengan baik. Ia tahu dan mampu mengambil jarak dari peristiwa dan tidak cepat terpancing oleh yang konkret. Ia tidak bergantung pada orang banyak dan juga tidak memaksakan kehendak-Nya kepada mereka. Ia adalah seorang Pewarta injil yang bebas[55]. Dalam hal ini, Yesus telah memberikan teladan kepada para murid-Nya menganai cara “menjala manusia”.

3.5.2  Yesus Memanggil dan Mendidik Murid-Nya Menjadi Pewarta Injil
Dalam karya pewartaan injil Kerajaan Allah, Yesus memanggil murid-murid untuk menyertai-Nya serta mendidik mereka menjadi pewarta injil untuk meneruskan misi-Nya. Dalam konteks inilah, kisah Luk 5:1-11 dapat ditempatkan sebagai usaha Yesus untuk memanggil dan mendidik para murid-Nya menjadi pewarta injil untuk meneruskan misi-Nya. Dalam kisah Luk 5:1-11, dilukiskan bahwa Yesus memanggil para murid yang akan dididik-Nya menjadi pewarta injil. Pemanggilan menjadi langkah awal dalam proses pendidikan seorang pewarta injil. Meskipun pemanggilan itu merupakan inisiatif dari Yesus (prakarsa Yesus) sendiri, Ia tidak menghilangkan kebebasan orang-orang yang dipanggil-Nya. Ia tidak memaksa mereka untuk mengikuti-Nya tetapi meminta tanggapan bebas atas panggilan-Nya itu. Itulah proses kemuridan yang dilukiskan oleh Lukas dalam kisah Luk 5:1-11.
Proses kemuridan dalam Luk 5:1-11 dapat diamati dalam pribadi Simon khususnya dalam dialognya dengan Yesus. Ada dua dialog antara Simon dan Yesus dalam kisah itu, yakni dialog pertama pada ayat 4-5 dan dialog kedua pada ayat 8 dan 10b. Sebelum dialog tersebut, Yesus sudah bertemu dan berbicara kepada Simon pada ayat 3. Namun, pada ayat itu tidak terjadi dialog sebab Simon melaksanakan perintah Yesus untuk menolakkan perahunya sedikit lebih jauh dari pantai tanpa berkata apa-apa (bdk. ay. 3). Dialog baru terjadi ketika Simon menanggapi Yesus yang memintanya bertolak ke tempat dalam dan menebarkan jala untuk menangkap ikan (dialog pertama). Tanggapan itu mengungkapkan sekaligus keraguan dan keyakinan pada Yesus. Namun, akhirnya ia taat pada permintaan Yesus. Ia menyerahkan keberhasilannya pada Yesus. Keyakinan dan ketaatan Simon pada Yesus membuahkan hasil tangkapan ikan yang sangat banyak hingga mengoyakkan jalanya. Hasil yang menakjubkan ini menggerakkan Simon untuk memberikan reaksi lagi (dialog kedua). Ia sujud di hadapan Yesus dan meminta Yesus pergi dari padanya karena ia merasa tidak pantas. Dengan rendah hati, ia menyadari ketidakpantasannya. Namun, permintaan Simon tidak dikabulkan oleh Yesus. Ia justru diberi tugas baru, yakni “menjala manusia”. Simon dipanggil dan dipilih Yesus menjadi murid-Nya dan akan dijadikan oleh-Nya sebagai pewarta injil melanjutkan misi-Nya. Simon menjadi murid Yesus karena ia mau menerima Yesus, percaya dan melaksanakan kehendak-Nya, serta rendah hati mengakui ketidakpantasannya di hadapan Yesus. Maka, syarat utama seorang murid Yesus adalah mau menerima Yesus, percaya kepada-Nya, mau melaksanakan kehendak-Nya kendatipun berlawanan dengan kehendak pribadinya, serta mau bergabung dalam kelompok para murid Yesus dengan mengikuti Yesus dalam perjalanan hidupnya.
Simon dan teman-temannya yang menjadi pengikut Yesus dalam Luk 5:1-11 merupakan calon-calon pewarta injil (“penjala manusia”). Dengan kata lain, panggilan merupakan pintu masuk menjadi pewarta injil (“penjala manusia”). Melalui kebersamaan Yesus dengan para murid-Nya, Ia akan mendidik mereka untuk meneruskan misi-Nya di dunia ini. Oleh karena itu, kebersamaan Yesus dengan para murid-Nya merupakan proses pendidikan para murid menjadi pewarta injil (“penjala manusia”).
Pendidikan para murid menjadi pewarta injil dilakukan oleh Yesus melalui sabda dan karya-Nya. Ia tidak hanya bersabda dan memberikan perintah kepada para murid-Nya, tetapi lebih dari itu Ia memberikan teladan menjadi pewarta injil Kerajaan Allah. Dalam Luk 5:1-11 teladan Yesus dalam mewartakan injil ditunjukkan oleh Lukas. Teladan itu tampak dalam cara Yesus “menjala manusia”, yakni pewartaan injil Kerajaan Allah melalui pengajaran dan tindakan (kesaksian hidup). Yesus tidak hanya bersabda tetapi Ia berusaha mewujudkan sabda-Nya dalam tindakan yang menggerakkan hati banyak orang untuk mengikuti-Nya. Cara Yesus “menjala manusia” tidak dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan tetapi melalui kesaksian hidup, yakni lewat pengajaran dan tindakan-Nya yang mengena ke dalam segala lapisan masyarakat pada zaman-Nya. Cara seperti ini pulalah yang diharapkan Yesus dari para pengikut-Nya.

3.6        Kesimpulan
Panggilan “menjala manusia” dalam Luk 5:1-11 merupakan tugas perutusan Simon dan para murid yang mengikuti Yesus. Namun, tugas ini tidak hanya diperuntukkan bagi Simon dan murid-murid yang lain sebagaimana dikisahkan dalam Luk 5:1-11. Tugas ini juga merupakan kewajiban setiap murid Yesus sebagai konsekuensi kemuridannya. Tugas “menjala manusia” berarti merenggut umat manusia dari kuasa maut dan membawanya pada kehidupan, yakni hidup bersama Allah dalam Kerajaan-Nya untuk memperoleh keselamatan. Jalan satu-satunya menuju kehidupan itu adalah Yesus Kristus (bdk. Yoh 14:6). Kenyataan ini menunjukkan bahwa para murid Yesus wajib mewartakan Yesus dan mengumpulkan orang-orang dan membawa mereka kepada Yesus, yakni jalan, kebenaran, dan hidup agar menemukan kehidupan dan keselamatan.
Pertanyaan yang muncul dari makna panggilan “menjala manusia” ini adalah apakah mengikuti Yesus sama dengan menjadi Kristen (beragama Kristen)? Sebenarnya dalam konteks Luk 5:1-11, tidak ada tuntutan untuk masuk dalam agama Kristen. Lukas belum sampai pada persoalan agama Kristen sebagai sebuah institusi sebagaimana yang kita kenal saat ini. Lukas hanya melukiskan bagaimana para penjala ikan itu dipanggil oleh Yesus untuk mengikuti-Nya dan menjadi “penjala manusia”. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, hidup bersama Yesus atau menjadi pengikut Yesus dan menjadi “penjala manusia” secara eksplisit terungkap melalui kesediaan untuk bergabung dalam kelompok para murid. Kelompok para murid adalah orang-orang yang mengimani Yesus Kristus serta menjalankan ajaran-Nya. Kelompok itu disebut sebagai umat Kristen atau umat beragama Kristen. Oleh karena itu, dalam hal ini tujuan misi “menjala manusia” dapat dipahami sebagai mengumpulkan orang-orang untuk bergabung dalam kelompok para murid Yesus Kristus. Melalui iman akan Yesus Kristus inilah manusia akan memperoleh keselamatan. Dengan kata lain, tujuan misi “menjala manusia” adalah pertobatan dan pembaptisan (bdk. RM 46-47), meskipun tidak berhenti sampai di situ saja sebab tujuan utamanya adalah keselamatan. Dengan kata lain, panggilan “menjala manusia” memberikan otoritas kepada para murid Yesus sebagai wakil Yesus, Guru mereka dan sebagai agen Kerajaan Allah, sekaligus menunjuk pada misi evangelisasi Gereja[56]. Inilah tugas yang harus dilaksanakan dalam segala situasi sepanjang sejarah oleh setiap orang yang dipanggil untuk menjadi murid Yesus.
Dalam situasi pluralitas agama saat ini, panggilan “menjala manusia” menghadapi persoalan. Di satu sisi, panggilan itu merupakan suatu konsekuensi kemuridan (kewajiban) yang harus dilaksanakan. Namun, di sisi lain, situasi dan kondisi yang dihadapi oleh para murid serba sulit untuk mewujudkan tugasnya itu. Dengan kata lain, persoalan itu adalah bagaimana cara melaksanakan panggilan “menjala manusia” berhadapan dengan umat beragama lain agar pesan dan perintah Yesus dapat terlaksana di dunia ini. Akan tetapi, misi itu tidak pernah mengizinkan adanya cara-cara pemaksaan untuk bergabung dalam kelompok para murid Yesus atau membaptis orang-orang yang belum percaya kepada Yesus Kristus secara paksa (bdk. AG 13). Dalam hal inilah kita akan berbicara tentang metode pewartaan Injil Kerajaan Allah demi melaksanakan panggilan kemuridan Yesus, yakni menjadi “penjala manusia”. Metode pewartaan ini akan dibahas pada bab berikut ini (bab IV). Secara khusus metode pewartaan akan ditempatkan dalam konteks pluralisme religius yang merupakan salah satu sikap keagamaan menanggapi pluralitas agama, dalam mana keberadaan misi selalu dipertanyakan.


[1] Bdk. I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, Paternoster Press, Exeter 1978, 206.
[2] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 561. Bdk. pula C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 133; dan Lembaga Biblika Indonesia, Kitab Suci Katolik, Arnoldus, Ende 2009, 146.
[3] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 561.
[4] Meskipun demikian, ada juga yang berpendapat, seperti I. Howard Marshall, Dietrich, dan Rengstorf, bahwa kisah itu bukan berasal dari kisah sesudah kebangkitan. Alasannya, sikap yang diungkapkan Simon sebagai “seorang pendosa” biasa juga ditujukan pada orang yang dipandang bersalah, atau yang melakukan tindakan yang memalukan (bdk. Luk 5:30; 19:7). Hal itu juga biasa dipahami dalam pengertian moral secara umum (bdk. Luk 13:2; 24:7). Apa yang diungkapkan Simon, yakni ketidakpantasan (bdk. Mat 8:8; Yak 42:5) dan ketakutannya (bdk. Hak 6:22; 13:22; 1 Raj 17:18; Yes 6:5) memang seharusnya dirasakan oleh mereka yang mengalami kehadiran Tuhan (bdk. Luk 18:13). Bdk. I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, 204-205.
[5] Bandingkan kata yang digunakan oleh Lukas dalam menafsirkan pernyataan Yesus, “Mulai sekarang engkau akan menjala manusia”. Lukas mengubah isi, susunan, serta bahasa yang digunakan Markus. “Penjala manusia” menjadi “menjala manusia” (atau aslinya: menangkap dan membawa manusia ke kehidupan).
[6] Bandingkan pula perbedaan penempatan kisah panggilan dalam Markus dan Lukas. Markus menempatkan kisah itu di awal penampilan-Nya di depan umum, tetapi Lukas menempatkan kisah itu setelah menampilkan Yesus yang berkarya di depan umum seorang diri. Karya Yesus di depan umum ini juga telah disaksikan oleh banyak orang, termasuk Simon yang akhirnya memutuskan untuk mengikuti Yesus.
[7] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 562.
[8] F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.
[9] Leander E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, 115.
[10] Leander E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, 115.
[11] Bdk. J.L. McKenzie, SJ. “Galilee, Sea of”, Dictionary of the Bible, Geoffrey Chapman, London 1976, 294-294.
[12] Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., The Gospel of Saint Luke, 34.
[13] Bdk. C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 133.
[14] Bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.
[15] Bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 167.
[16] Bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 169.
[17] Bdk. Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, 106.
[18] S. Leks, Tafsir Injil Lukas, 161.
[19] F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 168.
[20] F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 168.
[21] Bdk. sapaan yang digunakan oleh Simon pada ayat 5 (“guru”) dan ayat 8 (“Tuhan”).
[22] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 566.
[23] F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 169.
[24] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 566 dan S. Leks, Tafsir Injil Lukas, 162.
[25] G.W.H. Lampe, “Luke”, dalam M. Black (ed.), Peake’s Commentary on the Bible, Thomas Nelson and Sons Ltd., Hong Kong 1962, 828.
[26] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 566; bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 169.
[27] Bdk. Lembaga Biblika Indonesia, Kitab Suci Katolik, 146-147.
[28] G.W.H. Lampe, “Luke”, 828; bdk. I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, 202.
[29] Hal ini menunjukkan bahwa Lukas berusaha menghindari kata-kata yang agaknya sulit dipahami oleh para pembacanya. Bdk. G.W.H. Lampe, “Luke”, 828-829; dan C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 133.
[30] F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 169.
[31] I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, 203.
[32] Bdk. Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan, Membaca dan Merenungkan Injil Lukas,  51.
[33] Bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 169-170.
[34] Bdk. I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, 203.
[35] Bdk. Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, 106.
[36] F. Bovon dan I Howard Marshall mencoba menjelaskan alasan koyaknya jala para penjala ikan itu dengan melihat cara dan kebiasaan menjala ikan di daerah Mediteranian. Cara menangkap ikan di sana rupanya dengan menggunakan jala yang “mengurung” sejumlah besar ikan dari segala segi. Cara seperti ini sulit dan sering gagal dilakukan bila hanya menggunakan satu perahu. Namun, yang paling sulit dari cara menjala seperti ini adalah menarik jala yang sudah berisi tangkapan. Pada saat itu, ikan tangkapan mereka sering lepas karena jala mereka koyak maka sambil menarik jala, mereka berusaha agar tangkapan tidak lepas dan jala mereka tidak koyak. Bdk. F. Bovon, Luke 1: A Commentary on the Gospel of Luke 1:1-9:10, 170; dan I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, 203.

[37] Nama rangkap Simon Petrus muncul hanya di ayat 8 saja, sedangkan dalam Luk 6:14 (dan Kis 10:15.18.32; 11:13) muncul ungkapan Simon yang disebut Petrus. Nama Petrus tanpa imbuhan apa-apa muncul beberapa kali dalam injil Lukas. Nama rangkap Simon Petrus biasa muncul dalam injil Yohanes. Bila nama itu muncul dalam kisah Lukas ini, maka inilah tandanya bahwa dalam menyusunnya, Lukas menggunakan suatu sumber yang menceritakan peristiwa sesudah kebangkitan Yesus atau bahwa Lukas mau menggarisbawahi secara khusus panggilan Simon. Bdk. S. Leks, Tafsir Injil Lukas, 166.
[38] Bdk. Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, 106.
[39] Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, 107.
[40] Bandingkan pula kisah tentang Musa di atas Gunung Horeb, ketika ia menyaksikan semak duri yang menyala. TUHAN memerintahkan Musa melepaskan alas kakinya (kasutnya) di tempat yang kudus itu karena TUHAN hadir di sana (bdk. Kel 3:1-5).
[41] C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 133.
[42] Bdk. G.W.H. Lampe, “Luke”, 829.
[43] Bdk. Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I, 107.
[44] Bdk. Dr. B.J. Boland, Tafsiran Lukas (1-9:50), I,  107.
[45] Bdk. G.W.H. Lampe, “Luke”, 829.
[46] Bdk. I. Howard Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text, 206.
[47] Ann Dunnigan, “Fish”, dalam Mircea Eliade dkk. (eds), The Encyclopedia of  Religion, V, Macmillan Publishing Company, New York 1987, 347.
[48] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 568.
[49] Dalam Perjanjian Lama dan gulungan Laut Mati, “memancing” digunakan secara metaforis yang berarti mengumpulkan orang untuk penghakiman (bdk. Am 4:2; Hab 1:14-15; Yer 16:16). Bdk. Leander E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, 117; dan C.U. Wolf, “Fishing”, dalam G.A. Buttrick dkk. (eds), The Interpreter’s Dictionary of the Bible, II, Abingdon Press, Nasville 1981, 274.
[50] C. Stuhlmueller, C.P., “The Gospel According to Luke”, 133.
[51] J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 563; bdk. Leander E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, 117.
[52] C.U. Wolf, “Fishing”, 273-274.
[53] S. Leks, Tafsir Injil Lukas, 168.
[54] Bdk. J.A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-X, 568.
[55] Bdk. Guido Tisera, SVD, Yesus Sahabat Di Perjalanan, Membaca dan Merenungkan Injil Lukas,  25.
[56] Culpepper, John, the Son of Zebedes, 20-21, seperti dikutip oleh Leander E. Keck (ed.), Luke 5:1-11, Calling the Fishermen, The New Interpreter’s Bible IX, Abingdon Press, Nasville 1995, 117.

3 komentar:

  1. maaf, hanya mau tanya saja... apakah semua kutipan yang di atas itu bener smua, dan apakah smua sumbernya benar2 ada bukunya??

    BalasHapus
  2. Setiap kutipan cocokan dgn injil..dan bacalah dgn iman percayamu..Gbu

    BalasHapus
  3. Shalom saudara seiman dalam Kristus dimana pun berada. Mari kita sama-sama belajar tentang Shema Yisrael yang pernah diucapkan oleh Yeshua ( nama Ibrani Yesus tertulis ישוע ) seperti yang dapat kita temukan dalam Markus 12 : 29 dan Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 sebagai berikut :

    Huruf Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד "

    Pengucapannya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad "

    Orang Yahudi pada jaman Yeshua hingga sekarang terus memegang teguh prinsip keesaan Tuhan YHWH ( Adonai ) yang tersirat dalam kalimat Shema. Pada akhir pengucapan diikuti juga dengan kalimat berkat sebagai berikut :

    " ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד " ( Barukh Shem, kevod malkuto le'olam va'ed, artinya diberkatilah nama yang mulia kerajaanNya untuk selamanya dan kekal )
    🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜🕯️🕍🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🗺️✝️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🥛🍯🥖🍷🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐍₪🇮🇱

    BalasHapus

terima kasih tuhan atas keingintahuan yang Engkau karuniakan kepadaku.